Sang Murabbi Semesta Alam
Penemuan ini sekaligus mematahkan pandangan Ibn Rusyd dalam Tahāfutul Tahāfut (incoherence of incoherence) yang mendukung ide para filosof Yunani tentang qidam al-‘ālam (alam raya yang abadi di masa lampau, tidak bermula pada satu titik waktu). Konsekuensi qidam-nya Alam adalah kekal abadinya Alam semesta (baqā’).
Sebaliknya pandangan al-Ghazālī dalam Tahāfutul Falāsifah (incoherence of philosophers) sebagai lawan debat Ibn Rusyd terbukti benar. Alam raya adalah ḥādits, bermula dalam waktu (temporally created).
Perdebatan antara dua ulama beda generasi (al-Ghazālī w. 1111 dan Ibn Rusyd w.1198 M) terjadi saat al-Ghazālī berusaha menangkal argumentasi filsafat dalam menjelaskan hubungan tuhan dengan alam semesta.
Untuk tujuan ini, al-Ghazālī mengarang kitab Tahāfutul Falāsifah yang berisi enam belas argumentasi kekeliruan filsafat dalam menjelaskan korelasi antara tuhan dan alam semesta.
Namun tiga diantaranya yang terpenting adalah: Pertama, kaum filosof mengatakan bahwa alam adalah eternal (azalī). Tidak berawal (qidam), konsekuensi mengatakan alam semesta qidam adalah kekalnya alam semesta.
Sehingga mengimplikasikan ada dualisme tuhan; Allah dan alam semesta (universe). Kedua, karena menolak kebangkitan jasmani, berarti kaum filosof meremehkan kemahakuasaan Allah.
Padahal terdapat banyak sekali ayat al-Qur’an yang menegaskan kemungkinan kebangkitan raga manusia. Seperti diterangkan Allah dalam Surat Yāsin ayat 79.
Ketiga, kaum filosof berpendapat Allah tidak mengetahui hal-hal partikular. Pandangan ini, kata al-Ghazālī, menentang kemahatahuan Allah. Dalam Surat al-An‘ām ayat 59 Allah menegaskan mulai dedaunan yang jatuh dari pohon sampai kerikil hitam, di atas batu hitam dan dalam kepekatan malam pasti diketahui Allah “wa mā tasquṭu min waraqatin illā ya‘lamuhā wa lā ḥabbatin fī ẓulumātil arḍi wa lā raṭbin wa lā yābisin illā fī kitābin mubīn.
Lima belas tahun setelah wafatnya al-Ghazālī, lahir seorang filosof Islam yang bernama Ibn Rusyd (Averroes). Ia berusaha membela para filosof yang dikritik al-Ghazālī dengan menulis kitab Tahāfutul Tahāfut.