Tahmid: Kalimat Peunutoh Ahli Surga
Jika dicermati dalam sejarah. Apa yang dikatakan al-Ghazālī benar adanya. Setelah terbunuhnya Ali, dan berkuasanya Mu‘awiyyah. Keturunan Ali dikejar-kejar dan dibunuh. Hasan mati diracun di Madinah, Husen tewas dipenggal di Karbala.
Keturuan Ali yang lain (‘alawiyūn) dikejar-kejar dan dihabisi. Peristiwa ini membuat ‘alawiyūn banyak hijrah ke negeri yang jauh dari pusat kekuasaan Islam. Tidak sedikit dari mereka bereksodus ke negeri Timur Jauh (far east) seperti Aceh dan lain sebagianya. Dalam kacamata mikrokosmik, kejadian ini merupakan peristiwa kelam bagi ‘alawiyūn.
Namun dalam skema makrokosmik peristiwa itu membuat proses islamisasi di negeri-negeri Nusantara menjadi mungkin terjadi. Tanpa tragedi genosida kaum, sulit dipahami kaum ‘alawiyyūn berkenan hijrah ke negeri yang sangat jauh dari tanah kelahiran mereka.
Jika hal ini dipahami, mengucapkan taḥmid tidak sekedar ketika mendapatkan nikmat. Saat terkena musibah pun sepatutnya kalimat taḥmid yang meluncur deras dari mulut seorang beriman.
Inilah yang menjelaskan mengapa dalam Surat Yūnus, 10 diterangkan kalimat peunutoh (closing statement) ahli surga adalah “alḥamdulillāhirabbil ‘ālamīn”. Karena penghuni surgalah yang mengetahui segala yang terjadi di alam semesta ini adalah yang terbaik, persembahan Khaliq kepada makhluk-Nya. Maka pujilah Dia.
*Penulis Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry