Umat Islam Harus Jaga Persatuan dan Semangat Hijrah
Momentum kedua, lanjut Saifuddin, saat ini umat Islam baru saja melewati batas 46 tahun perjalanan abad kebangkitan kembali umat Islam, yaitu abad ke-15 hijriah yang dicanangkan oleh para pemimpin dunia Islam pada saat umat Islam menginjakkan kaki di abad kelima belas hijriyah yaitu pada tahun 1400 hijriah silam.
“Semua umat Islam, semua negara muslim setuju dan memproklamasikan abad ke-15 hijriyah sebagai abad kebangkitan kembali umat Islam,” tegasnya.
Saifuddin menganjurkan, saatnya sekarang umat Islam perlu menyadari, hampir setengah abad perjalanan kebangkitan ini kita masih merasakan jalan mendaki dengan banyaknya permasalahan umat.
Namun kita tidak perlu berputus asa. Inilah saatnya kita yakini sudah tiba. Setelah umat ini menimba pembelajaran pada separuh pertama abad kebangkitan maka kita akan mengalami masa pencerahan umat Islam sedunia dalam waktu dekat.
Kita sudah melihat kepongahan penjajah Israel dan hegemoni negara-negara pro Israel sudah runtuh dipermalukan dalam kekalahan yang memalukan setelah direaksi dan dibombardir oleh Iran.
“Semoga ini pertanda janji Allah bahwa hegemoni kekuatan anti Islam semakin melemah. Saatnya kita bangkit dengan cepat pada paruh kedua abad kebangkitan ini, abad ke-15 hijriah. Mari ambil bagian untuk tingkatkan persatuan umat,” pintanya.
Pada bagian lain khutbahnya, Saifuddin memaparkan cara merawat persatuan umat yang bisa diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pertama, menjunjung tinggi toleransi. Sebagai umat yang matang dalam kehidupan masyarakat majemuk kita perlu mampu menghargai perbedaan pandangan, keyakinan, dan kebiasaan budaya organisasi, komunitas maupun antar kelompok dalam beragama. Disamping itu, selalu proaktif berupaya menghindari sikap fanatik sempit dan prasangka buruk.
Kedua, mengutamakan musyawarah dan dialog. Berupaya menyelesaikan setiap perbedaan pendapat secara bijaksana melalui diskusi terbuka. Disamping mendorong adanya ruang komunikasi yang sehat dan santun untuk mempererat silaturahmi.
Ketiga, menolak provokasi dan fitnah. “Umat Islam tidak boleh mudah terpancing oleh isu-isu yang memecah belah, baik di dunia nyata maupun media sosial. Cerdas dalam berinformasi dengan memeriksa kebenaran informasi sebelum menyebarkan,” pungkasnya. (Sayed M. Husen)