Anggaran Minim dan Benturan Regulasi, Momok yang Membelenggu BPKS
Namun, pengembangannya tak bisa berjalan optimal karena regulasi yang tumpang tindih.
“Dalam UU Nomor 37 Tahun 2000, Sabang seharusnya menjadi daerah bebas tata niaga. Tetapi apa yang terjadi? Undang-undang bisa kalah dengan surat edaran menteri!” lanjut Iskandar dengan nada getir.
Bukan hanya pelabuhan, sektor lain seperti pariwisata dan perikanan juga menghadapi nasib serupa. Sabang yang ditetapkan sebagai destinasi wisata strategis nasional masih belum mampu mengembangkan potensinya secara maksimal.
Sementara itu, sektor perikanan yang tengah mendapat suntikan dana hibah dari Jepang untuk pembangunan pelabuhan, tetap menghadapi tantangan yang sama: regulasi yang justru menghambat.
“Potensi ini hanya akan menjadi cerita kosong jika regulasi tidak segera diperbaiki. Ini bukan hanya urusan BPKS, tapi menjadi tanggung jawab kita bersama—pemerintah daerah, legislatif, dan semua pemangku kebijakan di tingkat pusat,” tegasnya.
Iskandar menutup pernyataannya dengan satu pesan mendalam: “Kita butuh harmonisasi regulasi. Kita butuh induk di pemerintah pusat, sebagaimana tiga KPBPB lain di Indonesia. Tanpa itu, Sabang akan terus terperangkap dalam belenggu aturan yang mengekang langkahnya menuju kejayaan,” terangnya.