BANDA ACEH — Aset Muhammadiyah Aceh pada tahun 2021 sebesar Rp 445,9 miliar, dan pada Ramadhan 1445 Hijriah tahun 2024 diperkirakan mencapai Rp 1 triliun.
Angka tersebut direkap dari 14 Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten yang telah melakukan pencatatan aset, baik yang berupa tanah yang dibeli oleh Muhammadiyah maupun wakaf yang dinilai pada tahun 2021.
“Saya meminta kepada Majelis Wakaf PWM untuk menginput data aset Muhammadiyah di 10 kabupaten/kota lagi pada Ramadhan ini, agar menjadi rekap yang lengkap dan kita akan tahu berapa sesungguhnya kekayaan Muhammadiyah Aceh,” ujar Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh yang juga mengkordinir Majelis Wakaf Dr H Taqwaddin Husin, Rabu (20/3).
Menurutnya, pencatatan ini penting dilakukan, di samping agar pimpinan selanjutnya, baik PDM maupun PWM mengetahuinya, juga agar para pimpinan Muhammadiyah di daerah-daerah melakukan upaya menjamin kepastian hukum atau legalitas hak, melindungi dan mengelola semua aset itu agar produktif dan memberi manfaat nyata bagi umat.
“Jika kita selesai mendata semua aset Muhammadiyah di 10 daerah lagi, termasuk Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, Pidie Jaya, Sabang dan aset wilayah, mungkin saja kekayaan Muhammadiyah Aceh mencapai Rp 1 triliun pada tahun 2024 ini,” ungkap Taqwaddin yang didampingi Wakil PWM Dr Amiruddin dan Wakil PWM Muhammad Yamin.
Sementara itu, Ketua Majelis Wakaf Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Aceh menegaskan, akan melakukan pendataan aset dari 9 PDM lagi plus satu aset PWM.
“Insya Allah pendataan tersebut dapat kami selesaikan dalam bulan suci Ramadhan ini,” tegas H. Nurul Bahri, yang juga mantan Kakanwil BPN Aceh.
Dalam Rapat Majelis Wakaf yang diadakan di Kampus Universitas Muhammadiyah Aceh (UNMUHA), Selasa, 19 Maret 2024, Wakil Ketua PWM Aceh, Dr Taqwaddin menegaskan kepada semua peserta rapat bahwa semua aset Muhammadiyah dimanapun letaknya harus dicatat, didata, dijamin alas hak dan legalitasnya, disertifikatkan, dan dikelola secara baik sehingga memberikan manfaat bagi warga Muhammadiyah dan khalayak umum.
Serta juga menimbulkan manfaat bagi pemberi Wakaf berupa pahala yang terus menerus hingga hari kiamat.
“Pekerjaan berat di atas adalah tanggung jawab kita. Makanya, diperlukan koordinasi yang baik dengan Majelis Wakaf Muhammadiyah di daerah-daerah.
Tidak masalah dalam melakukan pekerjaan berat tersebut, kita tidak mendapatkan gaji atau honor atau fasilitas apapun. Semua ini mesti dilakukan secara ikhlas dalam rangka kita membesarkan organisasi Muhammadiyah yang kita cintai.
Perlu pula saya tegaskan bahwa semua aset Muhammadiyah harus atas nama Persyarikatan Muhammadiyah. Ini perlu dipastikan agar tidak terjadi permasalahan hukum dikemudian hari,” pungkas Taqwaddin, yang juga Hakim Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Tinggi Aceh. (IA)