BANDA ACEH — Mahkamah Agung (MA) membatalkan vonis Mahkamah Syar’iyah Aceh yang membebaskan Terdakwa DP, paman pemerkosa keponakan keponakan di Aceh dan menguatkan Putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho yang menghukum DP selama 200 bulan penjara (16 tahun 6 bulan).
Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil menilai, apa yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung RI lewat putusan kasasi Nomor 8 K/Ag/JN/2021, yang diketuai oleh Amran Suadi yang menjabat Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung RI dan Purwosusilo serta Yasardin, masing-masing sebagai anggota, sudah on the track.
“Kami sangat menghormati dan mengapresiasi putusan majelis hakim terhadap Terdakwa DP ini. Secara umum telah memenuhi seluruh isi analisis yuridis sesuai maksud dan tujuan serta ruh dari Qanun Jinayat Nomor 6 tahun 2014,” ujar M Nasir Djamil dalam keterangannya, Rabu (22/9).
Menurutnya, putusan hakim Mahkamah Agung RI, yang menguatkan putusan Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho telah mengembalikan keadilan pada pada tempatnya, dimana persoalan korban anak yang berhadapan dengan hukum, sudah tepat dan benar untuk kepentingan perlindungan anak di atas kepentingan segala-galanya (the best interest of the child).
Dan tentu telah memenuhi asas kepastian hukum (rechtmatigheid), Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas kemanfaatan hukum (zwech matigheid atau doelmatigheid atau utility).
“Dengan putusan tersebut, kami berharap akan memberikan efek jera bagi pelaku. Himbauan kami untuk para orang tua semoga ini menjadi pelajaran berharga agar tidak lengah dan terus menjaga anak-anak kita sehingga tidak ada celah bagi predator anak yang kerap menghantui kehidupan kita sehari-hari,” harap Nasir.
Politisi PKS ini menyebutkan, kejadian penyimpanan seksual terhadap anak seperti ini bukan saja karena ada niat buruk pelaku semata, tapi juga didukung adanya kesempatan melakukan kejahatannya.
“Kami berharap semua aparat penegak hukum (APH) polisi, jaksa, hakim untuk tetap berhati-hati dan teliti dalam menangani persoalan anak kedepan, karena aturan yang telah ada itu adalah instrumen hukum untuk memberi perlindungan, tentunya,” sebutnya.
Terakhir, Nasir Djamil yang juga Ketua Forbes DPR/DPD RI asal Aceh ini mengharapkan, ke depannya semoga ada sikap cermat dari hakim, kiranya kasus bebas terdakwa pemerkosa di level putusan banding di Mahkamah Syar’iyah Aceh tidak terulang lagi, dan menjadi pelajaran bagi kita semua.
“Putusan Hakim Agung yang mengadili perkara pada level kasasi perkara Aquo hendaknya menjadi yurisprudensi hakim ke depan dalam mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan azas res judicata pro veritate habetur, yang berarti apa yang diputus hakim harus dianggap benar,” pungkasnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung RI telah menyidangkan perkara membatalkan putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam perkara Nomor 07/JN/2021/MS-Aceh tanggal 20 Mei 2021 yang menjatuhkan vonis membebaskan DP, terdakwa pemerkosa anak yang juga merupakan paman kandung korban.
Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho, melalui Juru Bicara Mahkamah Syar’iyah Jantho Fadlia SSy MH membenarkan tentang informasi tersebut.
“Iya putusan kasasi telah turun, dan oleh Majelis Hakim Agung terdakwa dinyatakan terbukti bersalah dan menjatuhkan hukuman 200 bulan penjara atau 16 tahun 6 bulan kurungan badan”.
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Syar’iyah Aceh sebelumnya telah memvonis bebas terdakwa DP dengan membatalkan putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho, yang akhirnya putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan terdakwa dihukum 200 bulan penjara, dengan menguatkan putusan Mahkamah Syar’iyah Jantho diputuskan oleh Mahkamah Agung lewat putusan kasasi Nomor 8 K/Ag/JN/2021, dan yang Majelis Hakim Agung diketuai Amran Suadi dan Purwosusilo dan Yasardin masing-masing sebagai anggota.
Terdakwa DP yang merupakan paman kandung korban dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim Mahkamah Syari’ah Jantho dan dihukum dengan hukuman 200 bulan penjara atau 16 tahun enam bulan dalam putusannya nomor 22/JN/2020/MS-JtH, dan terdakwa melalui penasihat hukum melakukan upaya hukum banding, terdakwa divonis bebas oleh Mahkamah Syar’iyah Provinsi Aceh dengan nomor perkara 7/JN/2021/MS. Aceh tertanggal 20 Mei 2021.
Kemudian, atas putusan Mahkamah Syar’iyah Aceh tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Besar melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung RI dan Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung sependapat dengan pendapat Majelis Hakim Mahkamah Syar’iyah Jantho, dan memutuskan dengan membatalkan putusan MS Aceh Nomor 07/JN/2021/MS-Aceh dengan menghukum terdakwa dengan uqubat penjara selama 200 bulan, dikurangi masa tahanan yang telah dijalani. (IA)