Banda Aceh — Unggas hidup asal Satun, Thailand yang disita “Tim Operasi Bersinar”, sinergi antara Kanwil Bea Cukai Aceh, Kanwil Bea Cukai Sumatera Utara, dan Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea Cukai Tanjung Balai Karimun (TBK) di Perairan Aceh Tamiang, dimusnahkan.
Pemusnahan unggas yang ditaksir bernilai Rp8 miliar tersebut, dilakukan dengan cara membakar hidup-hidup.
Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan, Kanwil Bea Cukai Aceh, Isnu Irwantoro, Sabtu (20/3), mengatakan jumlah unggas yang disita petugas sebanyak 1.015 ekor.
Terdiri atas, 509 ayam Bangkok (kontes dan aduan) dan 506 burung (cucak hijau, poksai dan wambi). Kesemuanya ditaksir senilai Rp8 miliar dengan potensi kerugian negara dari sektor pajak impor Rp1,4 miliar.
Isnu menjelaskan, penangkapan unggas ilegal ini bermula dari informasi adanya kapal yang diindikasikan membawa muatan barang impor ilegal dari Satun, Thailand menuju Aceh Tamiang.
Atas informasi tersebut, “Tim Operasi Bersinar” melakukan patroli laut menggunakan kapal patroli Bea Cukai “BC 20010” pada Jumat, 13 Maret malam, di sepanjang Perairan Aceh Tamiang. Tepat pukul 23.30 WIB, petugas mendeteksi sebuah kapal yang terindikasi membawa muatan barang impor ilegal dimaksud.
“Dalam kegelapan malam serta ombak tinggi khas laut di Selat Malaka pesisir timur Aceh ini, petugas melakukan penghentian kapal target untuk dilakukan pemeriksaan kepabeanan. Petugas memberi isyarat lampu, klakson, maupun peringatan melalui pengeras suara kepada target untuk menghentikan kapal. Namun kapal target tidak mengindahkannya, bahkan kapal target melakukan perlawanan dengan cara memutar haluan serta menabrakkan kapalnya ke kapal patroli BC 20010,” kata Isnu.
Meskipun kapal target mencoba melarikan diri dari kejaran, petugas tidak menyerah. Sekitar 40 menit kemudian, petugas berhasil menghentikan kapal target tepat pukul 00.10 WIB, Sabtu, 14 Maret di Perairan Aceh Tamiang.
“Petugas lalu memeriksa kapal target yang ternyata nama lambungnya adalah KM. Brahma GT.25 Nomor 108/QQd. Saat pemeriksaan awal di atas laut, petugas menemukan unggas hidup (ayam dan burung) tanpa dilengkapi dokumen impor yang sah. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, petugas menarik KM. Brahma berserta muatannya menuju Pangkalan Kanwil Bea Cukai Sumatera Utara di Pelabuhan Belawan,” terangnya.
Selanjutnya, petugas menyerahterimakan muatan kapal (ayam dan burung) ke Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Belawan untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil laboratorium mengindikasikan bahwa unggas tersebut terinfeksi penyakit avian influenza/flu burung sehingga BBKP mensterilisasi KM. Brahma beserta unggas tersebut.
Untuk menghindari penularan penyakit flu burung ke manusia maupun unggas hidup lainnya di dalam negeri (khususnya Belawan dan sekitarnya), BBKP Belawan merekomendasikan untuk memusnahkannya.
“Sinergi antara BBKP Belawan dan Bea Cukai Sumut dan Aceh gelar pemusnahan unggas tersebut pada Kamis (19/03) di Pangkalan Bea Cukai Sumut sesuai Standard Operation Procedure (SOP) Karantina Pertanian dengan cara unggas dimatikan selanjutnya dibakar dan petugas mengenakan Alat Pelindung Diri (APD),” jelasnya.
Isnu menegaskan, sanksi hukum atas pelaku tindak pidana penyelundupan barang impor diatur dalam Pasal 102 huruf (a) Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa setiap orang mengangkut barang impor yang tidak tercantum dalam manifes dipidana karena melakukan penyelundupan di bidang impor dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 10 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Pemasukan hewan media pembawa penyakit dari luar negeri tanpa sertifikat kesehatan negara asal, tidak melalui tempat pemasukan yang ditetapkan, tidak melaporkan dan menyerahkan kepada petugas Karantina juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, Pasal 86 dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp10 miliar.
“Dengan sanksi hukum ini, diharapkan pelaku usaha maupun masyarakat tidak melakukan tindakan penyelundupan atau membeli barang hasil penyelundupan sebagai bentuk partisipasi warga negara untuk berupaya melindungi peternak unggas, melindungi masyarakat dan lingkungannya dari penyakit yang diakibatkan adanya importasi unggas dan produk turunannya serta meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan mendongkrak penerimaan negara dari sektor pajak. Hal ini sejalan dengan fungsi Bea Cukai sebagai community protector, trade facilitator, industrial assistance, dan revenue collector untuk menjadikan Kementerian Keuangan Tepercaya dan Bea Cukai makin baik,” pungkasnya. (ms)