INFOACEH.NET, BANDA ACEH – Fenomena penyalahgunaan media sosial (Medsos) TikTok oleh generasi Aceh akhir-akhir ini dinilai mulai mengkhawatirkan.
Hal ini mendapat sorotan sejumlah tokoh pada Kajian Aktual Tastafi di Banda Aceh, Sabtu malam (17/8/2024) dengan tema perbincangan “Fenomena Rusaknya Generasi Aceh di TikTok: Dari Agam Teumeunak, Wanita Live Mandi Lumpur hingga Buka Aurat. Tanggung Jawab Siapa?”.
Diskusi ini menarik perhatian luas, mengingat fenomena semakin meresahkan terkait penyalahgunaan teknologi oleh generasi muda Aceh melalui platform media sosial, khususnya TikTok.
Diskusi tersebut dibuka moderator Tgk Akmal Abzal yang menekankan pentingnya memahami dampak teknologi, baik positif maupun negatif.
Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan teknologi telah mengubah cara hidup masyarakat, memberikan kemudahan luar biasa namun juga membawa risiko besar jika tidak dihadapi dengan bijaksana.
“Kita tengah memasuki era peradaban instan dan pragmatis yang menuntut kewaspadaan serta verifikasi informasi. Dalam kondisi ini, hanya yang kuat yang akan bertahan, sementara yang lemah mudah terlupakan,” tegasnya.
Diskusi dipandu Tgk Akmal Abzal, mengupas berbagai aspek fenomena sosial yang tengah berkembang, terutama dalam konteks penggunaan TikTok di Aceh.
Guru Besar UIN Ar-Raniry Prof Dr Syamsul Rijal MAg sebagai salah satu pemateri, menyoroti fenomena demoralisasi semakin tampak jelas. TikTok, yang awalnya dibuat di Tiongkok namun namanya diambil dari bahasa Arab, kini menjadi sarana penyebaran informasi dan ekspresi diri yang sering kali melampaui batasan etika dan moral.
“Fenomena ini perlu dihadapi dengan regulasi etiko-religi untuk menjaga stabilitas sosial,” ujarnya.
Tokoh agama Banda Aceh Waled Rusli Daud MAg menambahkan salah satu penyebab utama pengaruh negatif media sosial adalah lemahnya iman, yang diperparah oleh pendidikan yang kurang tepat dari orang tua dan minimnya pendekatan kepada remaja.
“Keluarga memiliki peran penting dalam mengarahkan anak-anak agar menggunakan media sosial dengan bijaksana,” katanya.
Dai muda Abuya Habibi Waly menyoroti bagaimana algoritma media sosial mendorong konten viral yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.
“Pengguna TikTok seringkali terjebak dalam upaya mengejar popularitas dengan mengikuti tren yang tidak mendidik, bahkan amoral. Ini adalah tanggung jawab kita bersama diri sendiri, keluarga, pemerintah, dan ulama,” tegasnya.
Kabid Dikdas Disdikbud Banda Aceh Jailani Yusti SAg MPd menekankan pentingnya keterbukaan dalam keluarga terkait penggunaan media sosial. “Orang tua harus selalu memeriksa perangkat komunikasi anak-anak mereka. Anak dalam masa pendidikan tidak memiliki privasi seperti yang sering disalahpahami. Keterbukaan adalah kunci dalam mengarahkan mereka pada penggunaan teknologi yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Tgk H Akmal Abzal, menutup diskusi dengan menekankan bahwa kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi harus dihadapi dengan bijaksana.
“Tidak mungkin kita mengelak dari kemajuan, namun kita harus berhati-hati dalam berbagi konten di media sosial, karena hal tersebut rentan menjadi komoditas yang dapat meningkatkan popularitas, namun dengan risiko moral yang besar. Uang sering kali menjadi motivasi utama dalam menciptakan konten-konten yang amoral. Namun, TikTok juga memiliki potensi besar untuk digunakan demi kemaslahatan umat jika digunakan dengan baik,” tuturnya.
Acara dihadiri banyak pemuda dan pemudi Aceh, serta tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tamu luar negeri seperti Tgk Syekh H Soffan Halim dari Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia dan Tgk Munawir Umar, Imam dan Pendakwah dari Masjid New York, Amerika Serikat.
Mereka, bersama dengan para pegiat media sosial, termasuk TikToker dan YouTuber, turut serta dalam diskusi yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.