Fenomena Rusaknya Generasi Aceh di TikTok: dari Teumeunak, Wanita Live Mandi Lumpur Hingga Buka Aurat
Dai muda Abuya Habibi Waly menyoroti bagaimana algoritma media sosial mendorong konten viral yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai keislaman.
“Pengguna TikTok seringkali terjebak dalam upaya mengejar popularitas dengan mengikuti tren yang tidak mendidik, bahkan amoral. Ini adalah tanggung jawab kita bersama diri sendiri, keluarga, pemerintah, dan ulama,” tegasnya.
Kabid Dikdas Disdikbud Banda Aceh Jailani Yusti SAg MPd menekankan pentingnya keterbukaan dalam keluarga terkait penggunaan media sosial. “Orang tua harus selalu memeriksa perangkat komunikasi anak-anak mereka. Anak dalam masa pendidikan tidak memiliki privasi seperti yang sering disalahpahami. Keterbukaan adalah kunci dalam mengarahkan mereka pada penggunaan teknologi yang bertanggung jawab,” ujarnya.
Tgk H Akmal Abzal, menutup diskusi dengan menekankan bahwa kemajuan zaman dan kecanggihan teknologi harus dihadapi dengan bijaksana.
“Tidak mungkin kita mengelak dari kemajuan, namun kita harus berhati-hati dalam berbagi konten di media sosial, karena hal tersebut rentan menjadi komoditas yang dapat meningkatkan popularitas, namun dengan risiko moral yang besar. Uang sering kali menjadi motivasi utama dalam menciptakan konten-konten yang amoral. Namun, TikTok juga memiliki potensi besar untuk digunakan demi kemaslahatan umat jika digunakan dengan baik,” tuturnya.
Acara dihadiri banyak pemuda dan pemudi Aceh, serta tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tamu luar negeri seperti Tgk Syekh H Soffan Halim dari Seremban, Negeri Sembilan, Malaysia dan Tgk Munawir Umar, Imam dan Pendakwah dari Masjid New York, Amerika Serikat.
Mereka, bersama dengan para pegiat media sosial, termasuk TikToker dan YouTuber, turut serta dalam diskusi yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.