Jusuf Kalla Ajak Masyarakat Aceh Jadikan Masjid Pusat Pemberdayaan Ekonomi Umat
BANDA ACEH — Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh menggelar diskusi kajian Ramadhan dengan tema “Masjid Sebagai Pelopor Moderasi Beragama dan Pemberdayaan Ekonomi Umat” yang berlangsung di Ruang Rapat Rektor Lantai 2 Gedung Rektorat UIN Ar-Raniry, Rabu (20/3/2024).
Kegiatan ini menghadirkan Jusuf Kalla (JK), Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta Tgk Fakhruddin Lamuddin sebagai Ketua Dewan Masjid Indonesia Aceh sebagai narasumber.
Diskusi diinisiasi oleh Pusat Kerohanian dan Moderasi Beragama (PKMB) UIN Ar-Raniry.
Jusuf Kalla yang hadir secara virtual, dalam paparannya menekankan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah.
Menurutnya, fungsi masjid meliputi empat aspek. Pertama, sebagai tempat ibadah shalat dan ibadah lainnya.
Kedua, sebagai tempat untuk berbagai aktivitas muamalah. Ketiga, fungsi tarbiyah (pendidikan), dimana pendidikan agama seharusnya dimulai dari masjid.
Keempat, fungsi tijarah sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat.
“Masjid memiliki identitas yang berbeda dengan tempat ibadah lain, masjid digunakan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim dengan aliran apapun. Maka sudah seharusnya masjid juga dengan segala kegiatannya, terbuka dan diterima oleh segala pihak. Tidak ada yang bersifat khusus dari masjid. Maka dapat kita sampaikan bahwa masjid adalah tempat pemersatu umat,” kata Jusuf Kalla.
Lebih lanjut, JK menambahkan meskipun umat Islam merupakan warga mayoritas di Indonesia, jumlah umat Islam yang makmur masih sangat sedikit dibandingkan etnis Tionghoa Indonesia yang mendominasi ekonomi negara.
“Untuk itu saya mendorong masjid untuk memiliki kegiatan perniagaan sehingga masjid dapat berperan sebagai pembangkit ekonomi umat muslim. Di masjid kita tidak hanya berbicara tentang ibadah, akidah, akan tetapi kita juga berbicara masalah yang lebih dasar, seperti perniagaan, pertanian, perekonomian,” terangnya.
Di akhir diskusi, JK mengajak masyarakat Aceh untuk membangun semangat moderasi beragama dari dalam masjid. “Jika ada perbedaan, itu harus kita terima sebagai perbedaan dalam penafsiran dalil. Seperti yang telah disampaikan, masjid adalah milik lintas kelompok umat, sehingga kita tidak mengenal masjid Aceh, masjid Batak, masjid Jawa, masjid Bugis, dan lain-lain,” pungkasnya.