Banda Aceh — Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh Dr H Iqbal Muhammad, SAg MAg menyampaikan, kerukunan umat beragama selama ini berjalan sangat baik di Aceh.
Hal itu disampaikannya saat membuka dan menjadi narasumber sekaligus keynote speaker pada dialog atau kampanye Kerukunan Umat Beragama (KUB), di aula Kanwil Kemenag Aceh, Rabu (25/11).
Kakanwil mengawali paparan, yang disiarkan live oleh RRI Banda Aceh, dengan potret dan dinamika keumatan dan kerukunan di Bumi Serambi Mekkah, yang sangat kondusif dan berjalan sangat baik.
“Jalinan kerukunan antar umat beragama di Aceh, sama sekali tidak terganggu. Kerukunan selalu berjalan sangat baik, juga toleransi sesama umat beragama,” sebut Kakanwil di depan Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh, akademisi, pengurus ormas, tokoh agama, dan unsur intas sektoral.
Selain Kabag TU Amiruddin, para Kabid, Pembimbing Masyarakat (Pembimas), turut hadir dalam dialog online bertajuk “Umat Rukun Indonesia Maju” itu, Karo Keistimewaan dan Kesra (Isra) Setda Aceh Zahrul Fajri.
Kakanwil melanjutkan soal kerukunan, termasuk di masa penjajah, masalah kerukunan sama sekali tidak tersentuh, baik-baik saja. “Misalnya gereja yang dibangun tidak dibakar, tidak ada pembakaran di sini,” terangnya.
“Juga di masa konflik, kerukunan antar umat beragama sangat terjaga. Masa konflik juga, bagi umat non muslim pun kerukunan di Aceh tidak terganggu,” imbuh Kakanwil.
“Saat penerapan syariat Islam pun, toleransi berjalan luar biasa,” ujar Iqbal, dengan beberapa contoh yang dibenarkan tokoh agama selain Islam, dalam testimoninya.
“Masa pemberlakuan syariat Islam di Aceh pun, Kerukunan tetap terbangun dalam berbagai situasi. Mungkin ada percikan kecil di internal umat beragama, yang menyangkut pendirian rumah ibadah. Ini masalah pada pemahaman atas aturan yang ada,” katanya lebih lanjut.
Menurut Kakanwil, masyarakat di tempat itu, di objek yang diberitakan, tidak ada masalah, tapi persoalannya hanya pada penyampaian informasi, yang seakan-akan masalahnya sangat rumit.
Kakanwil mengakui pergesekan internal umat beragama barangkali ada. Dan ini tak ada masalah, cukup didialogkan sehingga kerukunan umat di Aceh berjalan baik. “Ke depan kerukunan di Aceh, Insya Allah terus berjalan baik,” harap Kakanwil.
Lanjutnya, semoga dari dialog ada langkah mengupayakan kerukunan lagi ke depan, yang dilakukan untuk umat beragama di Aceh.
“Kerukunan antar dan inter umat beragama, ini tugas kita bersama. Dan ke depan akan kita upayakan akan lebih baik lagi. Memang masalah kecil mungkin tak akan habis-habisnya,” sebut Kakanwil.
Sementara Ketua FKUB Aceh Nasir Zalba menyampaikan, hiruk-pikuk tidak mengganggu kerukunan. Tidak ada persoalan yang tak selesai dengan dialog.
“FKUB ini pekerja masyarakat, volunter sifatnya. Dilibatkan jika terjadi pergesekan atau meredam pemicu konflik umat beragama. Dan moga masuk 2021 kasus Singkil yang hanya dibesar-besarkan ke luar misalnya, harus selesai,” harap Nasir, yang merupakan mantan Kepala Badan Kesbangpol Aceh.
Dalam dialog, masukan dan testimoni juga diberikan peserta. “Kami sering terjun ke Bireuen, dan terbaca dalam riset bahwa percikan internal itu terjadi misalnya dalam pengamalan ibadah,” ujar satu Dosen Studi Agama-agama atau Perbandingan Agama UIN Ar-Raniry, Dr Mawardi, M.Ag
“Aceh daerah laboratorium kerukunan umat beragama di Indonesia,” ajak akademisi dari UIN Ar-Raniry ini.
“Kasus di Aceh Singkil pun sebenarnya tidak ada masalah, yang ada hanya pada ‘penamaan rumah’ ibadah di sana,” sahut Karo Isra Zahrul Fajri. Sebutnya rakor di lintas sektoral terus dan telah digelar di jenjang provinsi bersama Forkopimda.
“Khusus isu Aceh Singkil, itu ada kepentingan orang luar, dan kepentingan orang dalam sendiri. Misalnya, memanfaatkan suara non muslim untuk kepentingan politiknya,” gambar Aliamin, akademisi Unsyiah, Unmuha, Pengurus DPW Muhammadiyah Aceh, yang juga putra Aceh Singkil.
Aliamin mengajak, intensitas dialog seperti ini, mesti ditingkatkan.
“Kami mohon tokoh seluruh agama, sampaikan bahwa Aceh aman itu disampaikan juga pada umatnya,” imbuh Pengurus PW NU Aceh Tgk Asnawi Amin SAg.
“Seakan rasa aman hanya dirasakan oleh orang atas, sementara kalangan di akar rumput, masyarakat bawah seakan tidak merasakan sangat aman. Maka kita ajak tokoh agama menyampaikan kenyamanan itu sampai ke bawah,” tambah akademisi UIN Ar-Raniry Nurjannah Ismail.
“Sudah lama saya, kami di Aceh, kami nyatakan selama di Aceh kami aman dan nyaman,” sahut Pembimas Katolik Baron Ferryson Pandiangan SAg MTh.
Rasa kenyamanan selama di Aceh juga diakui, diberikan testimoninya oleh tokoh Buddha Yuswar, “Jika ada yang bilang Aceh tidak harmonis, itu masukan dan informasi yang salah, dari pihak yang tidak bertanggung jawab,”
“Apa yang kami dengar sebelum masuk ke Aceh, bahwa Aceh menakutkan, tapi begitu kami masuk ke Aceh, kabar menakutkan itu tak pernah terjadi bagi umat Katolik,” akui Baron, dikaitkan dengan contoh penerapan hukuman bagi umat muslimin, yang tidak terusik pada umat nonuslim.
“Di mana kita berada, kita instruksikan umat, ikuti regulasi yang ada,” pungkasnya. (IA)