Banda Aceh – Ratna (nama samaran-red) sempat mengira bahwa mobil Aksi Cepat Tanggap (ACT) Aceh yang parkir di samping rumahnya membawa pulang bebas suaminya dari penjara.
“Saya kira Bapak-bapak ini membawa pulang suami saya,” ungkapnya di Banda Aceh dengan nada sedikit kecewa, Rabu (20/5) sore.
Sudah dua bulan ini ia tidak diperbolehkan menjenguk suaminya demi mencegah virus Corona.
Kedatangan Tim ACT Aceh dan Masyarakat Relawan Indonesia (MRI) Banda Aceh bersama perwakilan Kanwil Kemenkumham Aceh untuk memberikan bantuan beras, perlengkapan sekolah, dan uang tunai kepada Ratna dan anak-anaknya.
Ratna kini berjuang keras demi menjaga dapurnya agar tetap berasap. Ia berdagang kecil-kecilan di depan rumah dan membuka usaha laundry.
“Saya sangat bersyukur adanya bantuan ini. Akhirnya saya bisa membelikan pakaian baru hari raya untuk anak-anak saya,” lanjutnya.
Ratna berusaha tegar mengisahkan untaian cerita mengapa suaminya bisa masuk ke dalam sel. Awalnya, keluarga mereka baik-baik saja.
Namun, sang suami tergiur ajakan melakukan tindakan kriminal agar bisa melunasi utang rumah. Tidak berselang lama melakukan tindakan terlarang, ia tertangkap polisi. Vonis penjara 8 tahun lebih dijatuhkan hakim. Dua tahun lebih sudah ia menjalani masa tahanan.
Di lokasi berbeda, sambil memeluk putri kecilnya, Fitri (nama samaran – red) tidak bisa lagi membendung air matanya, mengalir deras membasahi pipi tatkala menceritakan kondisi keluarganya kepada tim ACT Aceh, MRI Banda Aceh, dan perwakilan Kanwil Kemenkumham Aceh saat mengunjunginya.
Fitri adalah salah seorang perempuan yang tengah berjuang menafkahi anaknya seorang diri. Suaminya ditangkap polisi akibat tersandung sebuah kasus. Kini ia tinggal bersama ibunya.
Penghasilannya setiap minggu hanya Rp 80.000 dari jasa menyetrika pakaian di dua rumah warga. Ia berhemat sebisa mungkin dengan uang tersebut.
Beberapa waktu lalu ia pernah mencoba usaha menjual sayur dengan membuka lapak berupa meja seukuran meja sekolah di depan rumah. Namun ia terpaksa berhenti.
“Sayur dagangan saya tidak laku. Modal pun tidak ada,” ujar lulusan D3 di salah satu perguruan tinggi di Aceh itu.
Kesedihannya semakin menguat selama dua bulan ini. Ia tidak diperbolehkan menjenguk sang suami karena penerapan tindakan pencegahan virus Corona.
Sementara putrinya terus meminta agar bisa bertemu dengan sang ayah yang sudah menjalani masa tahanan 2 tahun lebih dari vonis 8 tahun.
Melihat kondisi Fitri, orang di sekitarnya ikut merasa iba. Terkadang orang sekelilingnya memberikan bantuan.
Masyarakat tidak pernah menjatuhkan stigma negatif kepadanya meskipun sang suami telah berada di balik jeruji besi.
Kepala Cabang ACT Aceh Husaini Ismail berharap agar bantuan yang diberikan Kanwil Kemenkumham Aceh melalui ACT Aceh dapat bermanfaat.
“Bu, anak-anak ini perlu dijaga agar tidak tercemar dengan lingkungan negatif,” pungkasnya.
Ia menuturkan, kesilapan orang tua tidak boleh diturunkan kepada anak-anaknya. Maka, sudah seyogianya kita membantu anak-anak seperti itu agar mereka menjadi generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan agama.
“Ayo kita peduli kepada mereka. Kita rangkul agar mereka merasa memiliki bahwa ternyata orang di sekitar masih peduli,” imbuhnya. (IA)