KIP Aceh Bermasalah Sejak Perekrutan Hingga Tak Paham Aturan Pilkada
Infoaceh.net, Banda Aceh — Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dinilai telah melakukan perbuatan melawan dan melanggar hukum dalam proses awal penetapan calon gubernur/wakil gubernur Aceh beberapa hari lalu yakni memutuskan pasangan Bustami Hamzah-Fadhil Rahmi Tidak Memenuhi Syarat.
Menurut Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Aceh Teuku Alfian SH, semestinya publik Aceh sudah bisa menuntut kembali Pansel KIP Aceh dan DPRA untuk ikut bertanggung jawab menjelaskan proses rekrutmen para komisioner KIP dulunya.
Komisi I DPRA juga harus bertanggung jawab penuh, menjelaskan ke publik apa pertimbangan akhir mereka dalam menentukan dan memutuskan komisioner terpilih
“Kenapa? Karena tindakan KIP Aceh menggunakan dasar hukum Qanun Nomor 12 Tahun 2016 Pasal 24 huruf e sebagai syarat yang belum dipenuhi oleh kandidat gubernur, sangat tidak beralasan dan bukankah jelas itu tindakan sadar dan nyata melawan dan melanggar hukum?.
Qanun ini sudah tidak relevan lagi digunakan karena sudah dibatalkan oleh Qanun Nomor 7 Tahun 2024,” kata Teuku Alfian dalam keterangannya, Selasa (24/9/2024).
Ia mempertanyakan kenapa KIP Aceh berani senekat itu menggunakan qanun yang sudah kadaluarsa.
“Sulit mencari alasan logis faktor ini karena ketidaktahuan ataupun ketidaksengajaan semata. Karena mereka memiliki perangkat yang lengkap untuk bisa mengetahui segala hal terkait kepemiluan
Jika memang benar tidak tahu, lantas siapa orang atau kelompok yang mengarahkannya atau menekannya untuk nekat melawan hukum? Faktor ini harus terang benderang jika mereka tidak ingin dituding tidak independen,” katanya.
Seharusnya KIP Aceh sudah paham dan menguasai Qanun Nomor 7 Tahun 2024 terkhusus Pasal 24 huruf e, yang sudah sah berlaku sejak 5 Juni 2024 karena sudah resmi diundangkan dalam lembaran daerah pada tanggal dimaksud.
“Apa masuk akal lembaga sekaliber KIP Aceh tidak paham azas Adagium Fictie dalam hukum? Dimana setiap orang dianggap tahu terhadap pemberlakuan dan pelaksanaan Undang-undang sejak diundangkan, apalagi dalam hukum juga dikenal azas Lex Posteriori Derogat Legi Priori dimana aturan terbaru membatalkan aturan terdahulu,” terangnya
Teuku Alfian menambahkan, patut diduga, ada sisi gelap dan interest sepihak dalam proses rekrutmen awalnya yang bermasalah, sehingga melahirkan komisioner terpilih yang dengan mudahnya menjerumuskan lembaga KIP sebagai satu-satunya lembaga penyelenggara pemilu yang sah dan resmi, sebagai lembaga yang semakin dicurigai publik akan berbahaya bagi demokrasi dan pemilu fair di Aceh.
Masyarakat juga berhak melaporkan KIP Aceh ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) langkah ini sangat penting, untuk mengadang mentalitas suka-suka, dan menghentikan karakter bertindak semaunya selain atas kesengajaan yang sadar bertindak melanggar hukum, juga atas ‘pengkhianatan’ dan pelanggaran nyata mereka terhadap azas-azas penyelenggara Pemilu.
Beberapa azas seperti azas profesionalitas, berkepastian hukum, mandiri, tertib, adil, dan akuntabilitas jelas diabaikan sepenuhnya oleh KIP Aceh.
“Bukankah sebagai pejabat negara penyelenggara pemilu mereka sudah disumpah jabatan, khususnya untuk taat pada peraturan perundang-undangan, segala aturan dan azas.
Tragisnya, KIP Aceh belum juga menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada peserta Pilkada dan seluruh masyarakat Aceh atas kesalahan yang nyata diakuinya sendiri sebagai kesalahan melalui perubahan keputusan.
Ini tragedi beruntun dan sangat memalukan kita semua, sekaligus pembelajaran demokrasi terburuk dan fatal oleh pejabat negara penyelenggara pemilu di Aceh, sejak Aceh mendapat kekhususan
dalam konteks banyak hal termasuk kepemiluan.
Semoga mereka ksatria mengevaluasi dirinya dan mengedepankan kehormatan serta integritas pribadinya karena pertanggungjawaban KIP Aceh secara beradab, salah satu cara mulia supaya demokrasi di Aceh terhindar untuk semakin cepat menuju era kegelapan,” pungkas Teuku Alfian.