Banda Aceh – Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Banda Aceh telah mengumpulkan sebanyak 2.500 Hadih Maja yang nantinya akan diterbitkan menjadi buku ‘Hadih Maja’.
Wakil Ketua MAA Banda Aceh Mulyadi Thaib mengatakan pengumpulan Hadih Maja tersebut sebagai upaya untuk terus memperkenalkan Hadih Maja di masyarakat Aceh khususnya Banda Aceh sebagai peninggalan nenek moyang untuk terus dilestarikan dalam masyarakat.
“Hadih Maja ini bahasa-bahasa orang Aceh yang hari ini sudah mulai tenggelam, dan ini kita coba untuk perkenal kembali kepada masyarakat agar semua generasi kita mengenal peninggalan nenek moyang kita,” kata Mulyadi, Kamis (18/02/2021) di kantornya.
Mulyadi mengatakan, pihaknya melakukan pengumpulan atau penghimpunan kembali Hadih Maja tersebut selama tiga bulan.
“Pengumpulan Hadih Maja sudah menjadi tugas MAA khususnya di Bidang Benda Pusaka/Khazanah Adat dan Wali Kota Pak Aminullah Usman juga ikut andil menambahkan beberapa Hadih Maja untuk dikumpulkan dalam buku tersebut,” katanya.
Kata Mulyadi, Hadih Maja sebagai peribahasa dalam bahasa Aceh yang memiliki makna sebagai nasehat, pembelajaran, masukan dan sindiran atau teguran secara halus yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari.
“Bahasa Hadih Maja ini memang tidak ditafsirkan secara aslinya, seperti mau menyindir orang itu tidak bisa langsung menggunakan bahasa sindiran karena akan menyebabkan orang sakit hati tapi menggunakan bahasa-bahasa hadih maja sehingga sindiran tersebut halus dan tidak terjadi pertikaian dalam masyarakat,” kata Mulyadi.
Mulyadi menambahkan, seperti salah satu contohnya ‘Meuriri Uroet Ta Ikat Keu Beunteung, Meuriri Ureung Ta Boh Keu Raja’ ini artinya pilihan tali rotan untuk ikat pagar, tentu pilihan orang untuk menjadi raja (pemimpin) artinya orang-orang terpilih saja.
Selain itu, Mulyadi berharap kedepannya Hadih Maja tersebut tidak hanya dikumpulkan menjadi sebuah buku tetapi juga akan diajarkan kepada anak-anak di sekolah. (IA)