Jakarta — Forum Jurnalis Aceh Jakarta (For-JAK) menggelar silaturahmi dan diskusi virtual antarpaguyuban masyarakat Aceh se-Jabodetabek dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW 1442 Hijriah. Di tengah pandemi Covid-19, alternatif silaturahmi digiatkan guna menambah kekuatan sosial di kalangan masyarakat Aceh.
Ketua For-JAK Salman Mardira mengatakan, saat ini di Jabodetabek sudah banyak terbentuk paguyuban dan komunitas masyarakat Aceh. Ikatan tali persaudaraan dan solidaritas sesama perantau sudah terjalin baik terutama dalam merespons setiap musibah. Tapi, harus diperkuat lagi agar semakin kompak.
“Banyaknya paguyuban ini hal positif sebagai wadah silaturahmi sekaligus perlindungan bagi warga Aceh di rantau. Hanya saja bagaimana kita meramu ini agar semakin solid dan bersinergi,” kata Salman saat membuka webinar bertajuk “Perkuat Ukhuwah, Jalin Sinergitas”, Sabtu (14/11) malam.
Padahal jika semuanya kompak, bersatu saling mendukung satu sama lain, akan ada kekuataan luar biasa yang bisa diarahkan untuk kebaikan Aceh, terutama dalam mendorong perbaikan ekonomi, mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
“Misalnya membuka jaringan pekerjaan bagi anak-anak muda Aceh. Dalam lingkup lebih besar, kalau solid kita bisa memengaruhi kebijakan pemerintah untuk pembangunan Aceh yang lebih maju, mudah memecahkan setiap masalah pembangunan dan tak kalah penting kita bisa setiap waktu memunculkan tokoh-tokoh baru asal Aceh yang nanti akan berbuat untuk kebaikan Aceh dan menjadi kebanggaan Aceh” sebutnya.
Persatuan masyarakat Aceh di rantau, menurutnya bisa dicapai jika silaturrahmi antarpaguyuban dan komunitas Aceh terjaga erat sehingga terjalin sinergitas. Maulid Nabi Muhammad, lanjut Salman, bisa dijadikan momentum menguatkan persatuan sesama perantau Aceh.
“Tren anak muda Aceh yang merantau ke Jakarta terus meningkat pasca-perdamaian dan tsunami Aceh. Sangat disayangkan kadang-kadang ada di antara mereka belum terkoneksi dengan paguyuban-paguyuban di daerahnya. Saya pikir paguyuban-paguyuban daerah di Aceh itu perlu merangkul mereka semua, sehingga terbentuk solidaritas yang sangat kuat,” sebut pria asal Ulim, Pidie Jaya ini.
Dalam silaturrahmi dan diskusi virtual yang dipandu Riza Nasser, produser Berita Satu TV yang juga pengurus For-JAK, hadir pimpinan paguyuban masyarakat Aceh se-Jabodetabek seperti Ketua Umum Keluarga Urueng Pidie (KUPI) Muslim Armas, Ketua Umum Seuramoe Syedara Lhokseumawe (Seusama) Zulkifli Ibrahim, dan Ketua Umum Ikatan Keluarga Kabupaten Bireuen (IKKB) Mahlil Ruby.
Kemudian Ketua Umum Keluarga Masyarakat Langsa (Keumala) M Nur Hasan, Ketua Umum Ikatan Masyarakat Aceh Tenggara (IKMAT) Heru Hendrawan Selian, Sekjen Seuramoe Aceh Barat Syamsuddin Syar, Ketua Gabungan Anak Idi (Gamasidi) Ibrahim Hasyim dan Ketua Harian Badan Musyawarah (Bamus) Pidie Jaya Saiful Bahri.
Ketua Umum IKKB, Mahlil Ruby
mengatakan, paguyuban masyarakat Aceh di Jabodetabek selama ini aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan membangun silaturahmi.
“Dalam silaturrahmi juga ada kegiatan sosial lain seperti misalnya peduli orang sakit, meninggal dunia atau mungkin ada yang hal-hal yang butuh bantuan karena terlantar, yang tidak memiliki tempat tinggal kemudian yang pergi berobat dan sebagainya. Itu dalam aspek peran-peran kita di sini lebih kebentuk sosial,” sebut Mahlil.
Ia berharap silaturahmi yang digelar For-JAK dengan mempertemukan antar pimpinan panguyuban bisa mendorong pada terciptanya kekompakan dan kekuatan sosial sesama Aceh di perantauan, terutama di Jabodetabek.
“Kita saling menguatkan, jadi dengan acara hari ini saya pikir sesuatu yang sangat baik, mengingatkan kita saling kenal lagi, kita yang dipercayakan sebagai pemimpin organisasi lokal ini bisa saling erat sesama kita dulu, kita bisa saling kolaborasi dalam pengertian apa yang bisa dikerjakan bersama,” terangnya.
Ketua Umum IKMAT Heru Hendrawan Selian menyebutkan pentingnya membangun kepedulian dan saling mendukung antarsesama orang Aceh di rantau.
Terlebih Aceh terdiri atas berbagai suku, sehingga butuh silaturahmi terus menerus antarpaguyuban agar semakin solid, tidak terkotak-kotak. “Kita awalnya harus banyak peduli, dan silaturahmi dan juga harus mengerti tentang mereka.”
Ketua Umum KUPI Muslim Armas mengatakan, pentingnya bagi masyarakat Aceh yang sudah sukses di rantau untuk lebih peduli, saling membantu dan percaya dengan sesama daerahnya.
Muslim menyontohkan bagaimana tokoh-tokoh daerah lain di luar Aceh, ketika ada satu orang punya jabatan strategis di perusahaan atau instansi pemerintahan, sangat memprioritaskan orang-orang dari daerahnya dalam berbagai hal, mulai dari perekrutan hingga promosi jabatan.
“Di kita (orang Aceh) kalau mengajak orang sekampung rasanya agak berat, ada hambatan beban psikologis, seperti nanti dianggap sektarian, tidak fair yang dirasakan oleh orang-orang di atas itu,” kata Muslim.
Menurutnya, orang-orang Aceh yang sudah sukses harus menghilangkan sikap sinis terhadap sesama, misalnya takut mengajak orang kampungnya bekerja. Anggapan kalau mempekerjakan orang sedaerah bakal muncul masalah tak sepenuhnya benar.
Muslim sudah membuktikan di perusahaan yang dipimpinnya, ia merekrut orang-orang Aceh jadi karyawan dan yang potensial diberikan posisi strategis.
“Saya sudah mengajak banyak orang Aceh bergabung di perusahaan kita, satu pun tidak ada yang bikin masalah, tidak ada yang bikin malu,” sebutnya.
Muslim mengajak orang-orang sukses di perantauan harus ubah mindset bahwa dirinya berhasil karena semata-mata perjuangan diri sendiri. “Padahal kita itu berhasil karena ada campur tangan Allah. Karenanya, ada kewajiban dari kita untuk membantu yang lain.”
Ketua Harian Bamus Pidie Jaya Saiful Bahri mengatakan, paguyuban masyarakat Aceh di Jakarta terdiri atas orang-orang dengan berbagai keahlian dan disiplin ilmu, jika disatukan maka bisa menghasilkan hal baik untuk Aceh.
Karenanya, paguyuban daerah juga harus menjalin sinergi kuat dengan pemda, sehingga lebih mudah dalam membantu pembangunan.
Ketum Seusama Zulkifli Ibrahim mengatakan, paguyuban Aceh di Jakarta sangat peduli dengan di daerahnya. Ia contohkan yang dilakukannya yakni membentuk grup berisi tokoh-tokoh intelektual Aceh untuk mendiskusikan masalah dan menyusun gagasan atau konsep pembangunan lebih baik. Lalu hasilnya disampaikan ke pemda.
“Tapi kadang-kadang pemikiran kita ini kalau disampaikan ke pemda mental (ditolak). Mereka menganggap apa yang kita lakukan ngecap saja. Mereka selalu beralasan sudah berbuat lebih jauh,” terangnya. (IA)