SIGLI — Pernyataan Penjabat (Pj) Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto yang menolak pembangunan monumen di lokasi Rumoh Geudong agar generasi baru tidak lagi mengingat kisah kelam masa konflik Aceh, menuai kecaman.
Hal tersebut dinilai sebagai upaya pemerintah untuk menghapus sejarah pelanggaran HAM, penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan dan penahanan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat negara terhadap rakyat Aceh yang terjadi di Rumoh Geudong dalam rentang waktu tahun 1989-1998.
“Sebagai generasi muda Pidie, saya kecewa dengan pemikiran Pj Bupati Pidie saat ini Bapak Wahyudi Adisiswanto. Penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong untuk membangun masjid, dan menolak dibangun monumen, ini merupakan upaya negara untuk menghapus sejarah bukti pelanggaran HAM di Aceh,” ujar Tokoh Muda Pidie, Marjoni Abdul Thaleb, Jum’at (23/6/2023).
Marjoni mengisahkan, masa-masa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah merasakan kegelisahan dan hari-hari penuh mencekam, saat sekolah di Pidie terbakar, kontak senjata dimana-mama, serta pembantaian di Rumoh Geudong yang luar biasa.
“Sepanjang tahun 1990 hingga tahun 2000, jalan Banda Aceh-Medan yang tidak jauh dari lokasi Rumoh Geudong saya lintasi setiap Sabtu sore dari Kota Sigli menuju pulang ke kediaman orang tua di Panteraja, dan setiap Ahad sore saya balik dari Gampong Panteraja ke Kota Sigli, karena Senin hingga Sabtu saya sekolah di Kota Sigli.
Sebagai Murid SD hingga SMA saya menggunakan transportasi umum jenis bus BE perjalanan PP Sigli-Panteraja setiap akhir pekan, melewati Simpang Bilie Aron dekat Rumoh Geudong adalah hal yang menegangkan,” kisah Marjoni.
Sejarah adalah menggabarkan masa lalu, walau dihapus tapi tidak bisa dilupakan, termasuk sejarah-sejarah kelam yang terjadi di Rumoh Geudong kala itu.
Generasi muda Aceh wajib tahu sejarah, dan menjadikan sejarah sebagai pengingat masa lalu dan berbuat demi masa depan dengan mengutamakan proses rekonsiliasi secara batin.
“Masyarakat Aceh pemaaf tapi tidak untuk melupakan sejarah,” tegas Marjoni yang merupakan mantan Ketua Umum PW Pelajar Islam Indonesia (PII) Aceh Periode 2006-2008 ini.
Ditambahkannya, perdamaian Aceh yang dirasakan hari ini disebabkan konflik yang berkepanjangan di Aceh.
“Bila penyelesaian pelanggaran ditempuh secara non yudisial, maka bukan berarti kita menghilangkan sejarah,” katanya.
Menyangkut pembangunan masjid di lokasi bekas Rumoh Geudong, Marjoni menilai tidak tepat, karena di lokasi yang berdekatan juga ada masjid yang telah berdiri sebelumnya.
“Di lokasi itu telah ada masjid yang jarak dengan Rumoh Geudong kurang dari 100 meter. Jadi untuk apa dibuat masjid lagi,” pungkas Marjoni Abdul Thaleb. (IA)