Infoaceh.net, Banda Aceh — Ketidakjelasan nasib tenaga non ASN di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meuraxa Banda Aceh dinilai merupakan dampak dari egoisme dan lemahnya koordinasi antara manajemen rumah sakit dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Banda Aceh.
Belakangan ini beredar kabar formasi yang telah disediakan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sudah dibuka untuk umum, sementara para tenaga kontrak/non ASN di Banda Aceh nasibnya masih menggantung tanpa kejelasan, pasalnya para tenaga non ASN tersebut sejak lama mengabdi, namun tak terdata di BKN.
“Di satu sisi kita heran, kenapa sebelumnya pihak manajemen RSUD Meuraxa tidak jauh-jauh hari sebelum adanya permintaan PPPK melakukan koordinasi dengan BKPSDM dan memastikan bahwa tenaga kontrak di bawah naungannya terdata di BKN.
Kesannya sekarang ini, di situ terdesak buang air besar, di situ mencari WC,” ungkap Koordinator Gerakan Muda Peduli Kota (GMPK), Khairul Arifin SH, Sabtu (2/11/2024).
Dia menilai, dampak dari kelalaian dan keegoisan pihak manajemen RS Meuraxa ini jelas-jelas telah merugikan tenaga non ASN.
“Terakhir ini kesannya secara tidak langsung sedang terjadi saling lempar bola kesalahan antara manajemen RS Meuraxa dan BPKSDM Banda Aceh. Kita menilai hubungan antar dua instansi di tubuh Pemko Banda Aceh ini sudah lama tidak harmonis, sehingga akhirnya mengorbankan nasib tenaga non ASN,” ujarnya.
Dia melanjutkan, ketika evaluasi tenaga kontrak di RS Meuraxa pada akhir tahun lalu juga terkesan dipaksakan dan dilakukan oleh manajemen RS Meuraxa tanpa koordinasi yang matang dengan pihak BPKSDM sehingga sempat menimbulkan kericuhan yang dasyat di publik.
“Memang persoalan di RSUD Meuraxa ini sejak lama sepertinya sangat kurang perhatian kepada kesejahteraan sumber daya manusia yang ada di instansi tersebut. Jadi, jika SDM yang ada termasuk tenaga kontrak/non ASN juga tenaga medis tidak diperhatikan nasibnya, maka itu akan berdampak kepada kinerja pelayanan kesehatan masyarakat,” lanjutnya.
Belum lagi, kata Khairul, terkait sering telatnya pembayaran insentif tenaga kerja/tenaga medis di RSUD Meuraxa.
“Kan aneh, pendapatan RSUD Meuraxa ini lumayan besar untuk ukuran Rumah Sakit Kabupaten/Kota, mencapai lebih Rp 150 miliar pertahun. Tapi mirisnya kesejahteraan tenaga kerja/tenaga medis di rumah sakit itu juga khabarnya sangat kurang diperhatikan. Bisa jadi manajemen RS tersebut, selama ini terlalu fokus dengan proyek berbasis kesehatan hingga melupakan hal lainnya,” sebutnya mengaku prihatin.
GMPK meminta Pj Walikota Banda Aceh segera mengevaluasi kinerja Direktur RSUD Meuraxa dan BKPSDM agar diketahui letak persoalannya dimana.
“Pj Wali Kota sebagai orang menjalankan mandat pemerintah pusat tentunya harus menjaga marwah pemerintah pusat di mata masyarakat. Jika dua instansi yang berpolemik saja tidak bisa dituntaskan bagaimana dengan nasib pelayanan masyarakat nantinya. Kami minta agar kinerja 2 instansi ini dievaluasi,” kata Khairul.
Dia berharap kepekaan dan ketegasan Pj Wali Kota dalam menghadapi persoalan di tubuh Pemko Banda Aceh.
“Jika persoalan PPPK RSUD Meuraxa ini tak dapat diselesaikan segera, kami sarankan kepada Pj Wali Kota bertindak tegas. Melihat situasi pejabat di pemko ini, kalau pemimpinnya tak tegas bisa jadi dibuai dengan laporan asal bapak senang. Sayangkan, jika Pj Wali Kota pejabat yang ditunjuk Pemerintah Pusat justru tak bisa menuntaskan persoalan ini,” tutupnya.