BANDA ACEH – Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Banda Aceh mengamankan satu pasangan suami istri (pasutri) diduga telah memaksa dua anaknya untuk mengemis di sejumlah warung kopi dan persimpangan jalan.
Kedua tersangka berinisial MM (38) dan istrinya A (42), warga salah satu desa di Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar.
Sementara, dua korban adalah anak kandungnya yang masih balita yakni S berusia 4 dan J berusia 2 tahun.
Pasangan suami istri itu ditangkap Kamis (29/2/2024) atas dugaan tindak pidana eksploitasi anak.
Atas perbuatannya, pasutri tersebut dijerat dengan pasal 88 Jo pasal 76 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Wakapolresta Banda Aceh AKBP Satya Yudha Prakasa menjelaskan, modus dua tersangka dengan cara menyuruh anaknya membawa kotak dengan tulisan ‘bantuan fakir miskin’ di setiap warkop.
“Mereka diduga melakukan tindak pidana eksploitasi ekonomi terhadap anak. Anak dipaksa mencari uang dengan cara mengemis,” kata AKBP Satya, pada konferensi pers di Mapolresta Banda Aceh, Kamis, 29 Februari 2024.
Satya mengatakan dari pengakuan tersangka, uang hasil mengemis itu dipergunakan pelaku untuk kehidupan sehari-hari. Selan itu, uang hasil mengemis anaknya juga untuk beli sabu .
“Uang hasil mengemis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dan membeli narkoba,” lanjut Satya.
Pasutri ini diduga sudah mempekerjakan anak kandung mereka selama 1 tahun. Kata Satya, anak yang bawa pulang uang sedikit akan dimarahi.
Kemudian, dua korban diduga dipaksa bekerja hingga larut malam jika tak bawa uang yang banyak.
“Kalau dapat sedikit dimarahi. Karena pasutri ini tidak punya kerjaan. Jadi, mereka mengandalkan hasil dari mengemis anaknya,” katanya.
Dalam kasus ini, Polresta Banda Aceh mengamankan barang bukti berupa uang tunai Rp 32 ribu, alat hisap sabu dan kotak yang bertuliskan mohon bantuan seikhlasnya untuk fakir miskin.
Dirinya menegaskan bahwa kegiatan tersangka tidak dibenarkan dan melanggar UU Perlindungan anak. Semestinya orang tua membiayai kehidupan anak.
“Kegiatan oleh orang tua ini tidak benar dari UU maupun agama. Mereka seharusnya memberikan kehidupan untuk anaknya, bukan sebaliknya,” kata AKBP Satya Yudha Prakasa. (IA)