Infoaceh.net. SABANG – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Sabang tak hanya menghadirkan ironi pelayanan yang amburadul, tetapi juga gagal dalam memberikan kontribusi berarti terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sebuah tragedi birokrasi yang menyakitkan, di mana kesehatan masyarakat seakan menjadi komoditas yang diperdagangkan tanpa hati.
Buruknya pelayanan RSUD Sabang telah menjadi pemandangan yang kian memprihatinkan.
Tahun demi tahun, alih-alih membaik, justru merosot ke titik nadir.
Salah satu contoh yang mencengangkan terjadi pada 2 Februari 2024, pukul 03.00 WIB dini hari.
Seorang pasien dalam kondisi gawat darurat yang seharusnya segera dirujuk ke Banda Aceh malah tertahan.
Alasannya, keluarga pasien harus menggelontorkan dana sebesar Rp1.800.000 di tempat agar bisa diberangkatkan menggunakan kapal non-reguler yang dibiayai sendiri oleh keluarga.
Di saat nyawa bergantung pada detik, RSUD malah memilih bertransaksi.
Keangkuhan birokrasi ini semestinya berbanding lurus dengan kontribusi finansial terhadap PAD. Namun yang terjadi justru sebaliknya.
RSUD Sabang semakin kehilangan taringnya dalam menyumbangkan pendapatan bagi daerah.
Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kota Sabang Jufriadi, Senin (17/2/2025) menyoroti realisasi pendapatan RSUD yang tak pernah menyentuh target.
Pada tahun 2023, RSUD Sabang ditargetkan menyumbang Rp24,4 miliar ke PAD Kota Sabang. Namun, angka yang tercapai hanya Rp20,1 miliar atau 82,56% dari target.
Keadaan semakin memburuk di tahun 2024, di mana dari target yang sama, realisasi pendapatan malah anjlok ke angka Rp18,6 miliar atau hanya 76,18%.
Sedangkan pada tahun 2025, Pemerintah menurunkan target menjadi Rp 22 Miliar. Akankah target itu akan tercapai?.
Hingga berita ini diturunkan, Infoaceh.net belum berhasil mendapatkan konfirmasi dari pihak RSUD Sabang.
Namun, satu hal yang pasti, masyarakat berhak atas pelayanan kesehatan yang manusiawi, bukan sekadar menjadi objek eksploitasi yang diperas tanpa ampun.
Jika tak segera ada perubahan, bukan hanya pasien yang menjadi korban, tapi juga kepercayaan publik yang semakin tergerus oleh wajah kelam birokrasi kesehatan di Kota Sabang.