Pengamat: Dugaan OTT di Pilkada Banda Aceh Tidak Merubah Hasil Pleno KIP
Infoaceh.net, BANDA ACEH – Polemik dan reaksi terus berdatangan dari sejumlah pihak akan isu dugaan tindak pidana money politik yang diduga dilakukan oleh relawan salah satu paslon wali kota dalam Pilkada Banda Aceh 2024.
Kasus tersebut sudah diputuskan secara resmi oleh Panwaslih kota Banda Aceh bahwa dugaan OTT (Operasi Tangkap Tangan) dugaan politik uang tidak memenuhi syarat formil dan materil sehingga tidak bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Hal ini sesuai dengan amanat Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.
Salah satu reaksi terlihat dari beberapa pendemo yang mengatasnamakan salah satu Paslon wali kota/wakil wali kota di depan Kantor Panwaslih Banda Aceh, Selasa (3/12) yang menyampaikan orasinya agar mendiskualifikasi paslon pemenang yang diduga memberikan uang kepada pemilih.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Muhammad Zubir SH MH menyampaikan, di Indonesia belum ditemukan adanya kasus OTT money politik atau pidana pilkada yang mengakibatkan gugurnya paslon terpilih atau tidak jadi dilantik.
“Satu-satunya upaya hukum untuk mempengaruhi Pleno Rekapitulasi Suara KIP Banda Aceh yang memenangkan pasangan Illiza – Afdhal adalah gugatan sengketa hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun harus memenuhi syarat formil ambang batas selisih suara tidak boleh melebihi 2 persen selisih perolehan suara pemenang dengan suara paslon di bawahnya, dan di Banda Aceh jarak selisihnya jauh di atas 2 persen, maka menggugurkan upaya menggugat ke MK bagi paslon yang kalah,” ujar Muhammad Zubir SH MH, Rabu (4/12).
Dalam hal Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada), Mahkamah Konstitusi berpedoman pada dua hal.
Pertama, permohonan tersebut diajukan oleh pasangan calon kepala daerah.
Kedua, memenuhi syarat formil ambang batas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 158 UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang Nomor 1 tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati/Wali Kota menjadi Undang-undang.