BANDA ACEH – Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Aceh mengirimkan surat terbuka kepada Presiden RI Indonesia sebagai bentuk protes dan upaya dalam mewujudkan keadilan bagi masyarakat Aceh.
Badko HMI Aceh menilai perdamaian Aceh yang sudah terjadi selama 17 tahun sejak 15 Agustus 2005 silam tidak pernah menemukan sisi terbaiknya, kesejahteraan dan keadilan adalah dua hal mutlak yang seharusnya dimiliki masyarakat Aceh setelah perdamaian ditandatangani.
Ketua Umum Badko HMI Aceh Muhammad Attar mengatakan, pihaknya sebagai salah satu wadah pemuda di Aceh sadar bahwa betapa penting persoalan ini harus disuarakan, sebagai bentuk tanggung jawab untuk terwujudnya masyarakat adil makmur.
“Untuk itulah surat terbuka ini kami buat, selain untuk mewujudkan cita-cita yang makmur, surat ini juga sebagai alarm kepada pemimpin-pemimpin kami untuk dapat bangun dari tidurnya. Bangunlah, tidur kalian sudah cukup panjang!,” sebut Muhammad Attar, Kamis (22/6/2023).
Muhammad Attar menjelaskan poin-poin surat tersebut. Pertama, kesepakatan perdamaian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka akan berumur 18 tahun pada 15 Agustus 2023 mendatang. Tetapi butir-butir yang terkandung dalam nota tersebut dinilai belum berjalan dengan baik.
Poin kedua, konflik bisa saja selesai, letusan senjata boleh saja tidak terdengar lagi, perdamaian bisa saja menjadi cita-cita, tapi rakyat yang mati tidak mungkin kembali lagi. Trauma dan rasa kehilangan akan selalu terekam dengan baik di dalam memori masyarakat Aceh.
Hal ini jelas ketika melihat keberlangsungan hidup masyarakat Aceh yang sejak dulu hidup dalam keadaan tidak menguntungkan.
Persoalan konflik dan kemiskinan adalah masalah yang sampai hari ini masih berkelindan pada masyarakat Aceh dan akan terus berlanjut apabila, Presiden RI tidak memiliki kepekaan dan inisiatif untuk menyelesaikannya.
Ketiga, masih banyak masyarakat Aceh yang sulit untuk makan teratur atau membaca dan menulis dengan baik. Aceh menjadi daerah yang sudah dua kali duduk di peringkat tertinggi kemiskinan di Pulau Sumatera meski sudah cukup banyak uang yang datang kemari dengan kebijakan Otonomi Khusus (Otsus).
Pada faktanya, itu juga tidak dapat membantu mengentaskan angka kemiskinan dan meningkatkan taraf pendidikan di Aceh.
Sehingga atas pertimbangan tersebut, Badko HMI Aceh menyatakan sikap kepada Presiden RI Joko Widodo.
1. Presiden Republik Indonesia yang kami cintai, dalam proses menuju perdamaian banyak ketidakadilan yang diterima oleh masyarakat Aceh berupa pelanggaran HAM berat yang sampai saat ini masih belum dipenuhinya suatu keadilan terhadap korban, maka dengan ini kami meminta kepada Bapak Presiden Jokowi agar menyelesaikan, meminta maaf dan menjelaskan ke publik terkhusus kepada masyarakat Aceh atas tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.
2. Presiden Republik Indonesia yang kami cintai, 17 tahun sudah perdamaian terjadi di Aceh namun secara sadar kami ketahui bahwa perdamaian tersebut masih belum sepenuhnya terwujud, masyarakat Aceh masih jauh dari kehidupan yang adil makmur, maka dengan ini menuntut kepada Presiden RI untuk segera merealisasikan segala butir-butir kesepakatan yang ada di dalam MoU Helsinki antara Pemerintah RI dan bangsa Aceh.
3. Presiden Republik Indonesia yang kami cintai, atas upaya perbaikan kehidupan masyarakat Aceh terhadap pendidikan, ekonomi, kesehatan maka Aceh diberikan dana berupa otonomi khusus oleh pemerintah pusat hingga 2027, dengan segala hormat kami yakin demi menjaga kestabilan ekonomi bahwa Aceh masih memerlukan dana otonomi khusus.
Maka dengan ini kami menuntut kepada Presiden Republik untuk memperpanjang dana Otonomi Khusus terhadap Aceh.
4. Presiden Republik Indonesia yang kami cintai, bahwa atas fakta dan data yang ada bahwa kondisi keterpurukan provinsi Aceh tidak terlepas dari tingginya perilaku korupsi, dengan ini kami menuntut Presiden Republik Indonesia membentuk tim khusus dan pengawasan yang ketat akan seluruh penggunaan anggaran negara yang ada di Aceh. (IA)