Banda Aceh — Pengamat kebijakan Publik Aceh Taufiq Abdul Rahim MSi PhD mengatakan, tidak boleh ada instruksi atau kebijakan lain yang berisi ancaman dalam proses vaksinasi Covid-19. Pemaksaan semacam itu melanggar HAM.
“Pada dasarnya kita merasa pemerintah telat ketika berhadapan dengan bencana non alam ini. Seharusnya di awal pemerintah tidak ragu untuk mengambil kebijakan menutup akses keluar masuk antar negara di awal tahun lalu. Pemerintah baru bangun beberapa bulan kemudian,” ujar Taufiq Abdul Rahim MSi PhD yang juga Akademisi Universitas Muhammadiyah (Unmuha) Aceh.
Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara tentang Instruksi Gubernur Aceh terkait vaksinasi Covid-19 berisi ancaman, solusikah? pada webinar bertajuk “Vaksinasi Covid-19 di Aceh antara Tantangan dan Harapan”
Webinar tersebut merupakan rangkaian acara pelantikan Pengurus Besar Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh (PB IKAKESMA) Periode 2020-2024 yang dipimpin Yulizar Kasma SKM MSi, Sabtu (06/03/2021).
Hadir sebagai pembicara Lukman SKM MKes (Kadis Kesehatan Banda Aceh), Taufiq Abdul Rahim MSi PhD (Pengamat kebijakan publik) dan Eddy Azwar SKM MKes (Plt Kadis Kesehatan dan KB Pidie Jaya) serta para peserta yang mencapai 140 orang.
Taufiq menjelaskan, dalam upaya mencegah vaksinasi tidak boleh ada lagi unsur kekerasan seperti yang terjadi saat penerapan jam malam di Aceh waktu itu. Pun dalam proses vaksinasi, masyarakat harus diedukasi secara mendalam sehingga mereka menerima divaksin.
Begitupun, katanya, pemerintah pun harus jelas leading sektornya, jangan lagi seolah – olah berlomba menyampaikan info ke publik yang satu sama lain berbeda datanya.
“Jika ada hoaks harus dilawan dengan fakta termasuk hoaks dari unsur pemerintah. Selama Covid-19 pengangguran bertambah 1,3 juta orang. Perlu ada kejelasan sehingga data – data yang dihasilkan ke publik maupun dalam pelaporan bisa tersistem,” kata Taufiq.
Kadis Kesehatan Banda Aceh Lukman mengatakan, sampai saat ini ada masuk 1.000 hoaks terkait vaksinasi yang datang dari sumber tidak jelas. Dampaknya adalah ketakutan masyarakat timbul akibat mempercayai hoax yang beredar.
“Terkait vaksinasi untuk tenaga kesehatan, Dinas Kesehatan Banda Aceh telah mencapai 106 persen melebihi target yang ditetapkan. Alhamdulillah,” katanya.
Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat Kota Banda, pihaknya menggunakan strategi role model atau keteladanan. Melalui vaksinasi tokoh-tokoh masyarakat, pejabat, dan tenaga kesehatan sebagaimana arahan sehingga kelak masyarakat menerima vaksinasi secara sukarela.
“Perlu pendataan dan pendekatan yang lebih komprehensif ketika sampai waktu vaksinasi pada masyarakat umum. Karena tantangan vaksinasi ke masyarakat tentu berbeda dengan tantangan vaksinasi ke tenaga Kesehatan,” ujar Lukman.
Pidie Jaya Gunakan Pendekatan Agama
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Pidie Jaya, Eddy Azwar, menyampaikan budaya masyarakat Aceh diisi dengan nilai – nilai keislaman. Maka pendekatan majelis tallim dan kampanye bersama dengan ulama menjadi hal yang akan dilakukan sehingga masyarakat tidak takut divaksin.
Hasil survey pada masyarakat Pidie Jaya tentang vaksinasi, 80 persen masyarakat tidak mau divaksin karena takut. Ini berbeda dengan imunisasi sebelumnya yang lebih cenderung tidak mau karena keyakinan haramnya.
“Untuk itu perlu konsolidasi bersama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, maka Pidie Jaya menggandeng ulama dan tentu berharap IKAKESMA kelak bisa mengambil momentum dalam proses vaksinasi ini,” pungkasnya. (IA)