BANDA ACEH — Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mendesak Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Banda Aceh segera menindak lanjuti temuan terjadi dugaan pemilih melakukan pencoblosan lebih dari satu kali di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 03 Gampong Surien, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, pada Rabu (14/2/2024).
Hal itu disampaikan Ketua YARA Banda Aceh Eko Yuni Hariatna atau akrab disapa Haji Embong, Selasa (20/2/2024), menyikapi dugaan pemilih melakukan pencoblosan lebih satu kali di TPS 03.
Ia mengatakan, YARA mendesak Panwaslih Banda Aceh segera memproses hukum dan menindak lanjuti terkait pelanggaran pemilu oleh pemilih yang telah melakukan pencoblosan lebih dari satu kali di TPS.
Dugaan pelanggaran terhadap adanya pemilih yang mencoblos lebih satu kali, menurut Embong, sesuatu yang dapat dikenakan pasal Pidana Pemilu, yaitu Pasal 516 dan 533 UU 7 tahun 2017.
Embong menjelaskan, dalam pasal 516 menjelaskan “Setiap orang yang dengan sengaja pada waktu pemungutan suara memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu TPS/TPSLN atau lebih, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 bulan dan denda paling banyak Rp 18.000.000″.
Kemudian, pasal 533 menyebutkan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan denda paling banyak Rp. 18.000.000”.
Untuk itu, YARA mendesak agar proses hukum penindakan dugaan pelanggaran pidana pemilu segera diproses oleh Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu), agar Pilpres/Pileg di Banda Aceh damai dan demokratis.
Embong menambahkan, Laporan Dugaan Pelanggaran Pemilu yang disampaikan kepada Pengawas Pemilu sesuai tingkatan dan wilayah kerjanya paling lambat 7 hari sejak diketahui dan/atau ditemukannya pelanggaran Pemilu.
Pelanggaran administrasi Pemilu ialah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.
Kemudian, dalam UU Pemilu 7/2017 ini ada 77 tindak pidana yang diatur Pasal 488 sampai Pasal 553.
Dia menyatakan, dalam norma tindak pidana pemilu, subjek paling banyak yang dikenai adalah penyelenggara pemilu.
Menurut Pasal 1 angka 23 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan bahwa Pengawas Tempat Pemungutan Suara yang selanjutnya disebut Pengawas TPS adalah petugas yang dibentuk oleh Panwaslu Kecamatan untuk membantu Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD).
“Penyelenggara Pemilu yang berintegritas berarti mengandung unsur penyelenggara yang jujur, transparan, akuntabel, cermat dan akurat dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya. Integritas penyelenggara menjadi penting, karena menjadi salah satu tolak ukur Pemilu demokratis,” kata Embong. (IA)