Infoaceh.net, BANDA ACEH – Pj Gubernur Aceh Safrizal ZA didesak untuk mempublikasikan secara terbuka seluruh Pokok-pokok Pikiran (Pokir) anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang ada dalam APBA tahun 2025.
Hal ini dinilai penting untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara, serta membedakan antara program dinas dengan pokir dewan.
Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA) Fauzan Adami menyatakan, selama ini pelaksanaan Pokir dewan sering tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bahkan kerap hanya berorientasi pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Menurutnya, dengan adanya publikasi, masyarakat dapat turut mengawasi sehingga potensi penyimpangan dapat diminimalisir.
“Pokir dewan selama ini menjadi modus untuk praktik korupsi yang luar biasa. Tidak sedikit anggaran Pokir mengalir ke yayasan milik sendiri, kebun pribadi, atau proyek yang tidak melalui mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Karena itu, publikasi secara detail sangat penting untuk memastikan transparansi dan mencegah penyelewengan,” ujar Fauzan dalam keterangannya, Kamis (19/12).
SAPA juga mengapresiasi langkah Pj Gubernur Aceh yang telah mempublikasikan data penerima rumah bantuan tahun 2025.
Menurut Fauzan, ini adalah langkah awal yang baik dan baru pertama kali dilakukan di Aceh.
“Kami berharap langkah serupa juga diterapkan untuk pokir dewan agar seluruh pihak dapat memantau dan mengawasi penggunaan anggaran tersebut,” terangnya.
Fauzan menegaskan pengelolaan dan pemanfaatan uang negara harus dilakukan secara terbuka dan transparan. Selama ini, Aceh masih menghadapi persoalan serius terkait maraknya korupsi, yang menjadi salah satu penyebab stagnasi pembangunan dan rendahnya kesejahteraan masyarakat.
Aceh, dengan kewenangan khususnya, memiliki tanggung jawab untuk mengatur secara lebih baik. Selama ini, Pokir dewan antara ada dan tiada.
Jika Pemerintah Aceh tidak berani menghapus Pokir dewan, maka harus terbuka dan transparan, serta harus diatur secara jelas dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Hal ini penting agar perbedaan antara program dinas dan Pokir dewan dapat dipahami dengan baik.
“Jika Pokir dewan dipublikasikan namun ada yang tidak sesuai, maka program tersebut harus dibatalkan dan dialihkan dalam perubahan anggaran untuk kegiatan yang lebih dibutuhkan oleh masyarakat,” tegas Fauzan.
Menurutnya, butuh kesadaran bersama untuk membangun Aceh. Jika tidak ada keterbukaan dan transparansi, ujung-ujungnya hanya akan berakhir pada korupsi untuk memperkaya diri dan kelompok.
“Ini harus diperbaiki agar tidak ada penyimpangan yang merugikan rakyat selama ini,” pungkas Fauzan.
“Dengan transparansi yang lebih baik, kami yakin pengelolaan anggaran di Aceh akan tepat sasaran. Publik harus diberi akses mengetahui secara rinci ke mana uang mereka digunakan. Ini bukan hanya soal akuntabilitas, tetapi juga upaya bersama menciptakan pemerintahan bersih dan berintegritas,” pungkasnya.