Satgas Pengawasan, Pencegahan dan Penanganan Covid-19 DPRA menggelar rapat koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Pemerintah Aceh, Selasa (14/4)
Banda Aceh —- Satgas Pengawasan, Pencegahan dan Penanganan Coronavirus Disease (Covid-19) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menggelar rapat koordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Pemerintah Aceh, Selasa (14/4)
Acara yang dilaksanakan di ruang serba guna DPRA itu dipimpin Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin. Turut hadir, Sekda Aceh Taqwallah, Kadis Dinas Kesehatan dr. Hanif, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Sunawardi, Asisten I Setda Aceh, M. Jafar, Kadis Perhubungan Junaidi dan Karo Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto.
Beberapa poin yang dibahas dalam pertemuan itu adalah soal anggaran, perbatasan Aceh, penanganan dampak sosial ekonomi dan juga soal kesiapan tim medis Covid-19.
Soal anggaran, Pemerintah Aceh diminta agar segera menyampaikan hasil refocusing dan realokasi anggaran APBA untuk penanganan Covid-19 kepada DPRA.
Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin, mengatakan, Pemerintah Aceh harus menjelaskan dari pos mana saja yang diambil dan digunakan, untuk apa dalam penanganan Covid-19. Nantinya Pemerintah Aceh diwakili Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) akan menyampaikan kepada DPRA.
Menurut Wakil Ketua III DPRA, Safaruddin, hal ini sesuai kesepakatan pertemuan antara Pimpinan DPRA dengan Plt Gubernur Aceh beberapa waktu lalu.
Terkait soal perbatasan, Kadis Perhubungan Aceh, Junaidi menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh sudah bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk mempeketat perbatasan.
Ada 4 perbatasan darat yang selama ini sudah dibangun posko yaitu, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Singkil dan Subulussalam.
Namun, Anggota DPRA dari Fraksi Partai Gerindra, Jauhari Amin, menyatakan selama ini posko yang dibangun di perbatasan Aceh Tamiang hanya seremonial belaka.
“Buktinya saya tiap hari lewat perbatasan. Tidak ada pemeriksaan,” kata dia.
Jauhari meminta agar Pemerintah Aceh membangun posko kesehatan dan memperketat perbatasan.
Jauhari Amin juga meminta agar Pemerintah Aceh mencari solusi dari banyaknya jalur tikus di sepanjang pantai timur yang menghubungkan Aceh dengan Selat Malaka.
Jalur ini, kata dia, menjadi pintu masuk ilegal warga Aceh yang pulang dari Malaysia. “Ada banyak sekali jalur tikus, mulai dari Aceh Tamiang sampai ke Aceh Utara,” kata dia.
Dalam kondisi darurat saat ini, kata dia, Pemerintah Aceh harus mencari cara agar mereka yang pulang dari Malaysia minimal mau melapor ke aparat desa atau Puskesmas agar bisa diisolasi.
Dalam penanganan medis, Kepala Dinas Kesehatan, Hanief menjelaskan hingga saat ini ada 86 orang yang sudah dites swab (lendir tenggorokan) di Aceh. Dari jumlah tersebut, 5 orang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona, sedangkan 81 lainnya negatif. Dari 5 yang positif tersebut, 1 orang meninggal dunia sedangkan 4 lainnya saat ini sudah dinyatakan sembuh.
Sedangkan ventilator di RSUDZA Banda Aceh hanya berjumlah 4 unit. Biasanya, kata Hanif, hanya pasien dalam kondisi berat yang memerlukan ventilator. “Selama ini, dari empat ventilator yang ada baru dipakai satu untuk pasien AA yang sudah almarhum,” kata Hanif.
Sedangkan terkait dengan laboratorium untuk tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yang berada di Universitas Syiah Kuala dan di Lambaro Aceh Besar, akan segera bisa difungsikan. “Rencananya, yang di Lambaro, besok akan kami resmikan,” kata Hanif.
Anggota DPRA dari Fraksi PKS, dr Purnama Setia Budi, meminta agar informasi tentang hasil tes tidak dikeluarkan secara sembarangan atau harus satu pintu. Dia menyontohkan, beberapa informasi hasil positif Corona dari rapid test yang selama ini beredar di masyarakat.
“Padahal itu baru rapid test, belum tes swab. Buktinya ketika dites swab semua negatif. Hasil pemeriksaan itu harus keluar dari Gugus Tugas, jangan dari pejabat lain,” kata Purnama Setia Budi. [*]