BANDA ACEH — Pemerintah Aceh bakal menghentikan pembayaran premi jaminan kesehatan untuk 2,2 juta masyarakat Aceh mulai bulan depan.
Premi warga tersebut selama ini ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang dialokasikan dalam APBA setiap tahunnya sejak 2008.
Pengamat Kebijakan Publik Aceh Dr Nasrul Zaman ST MKes mengkritik kebijakan Pemerintah Aceh yang menghentikan pembayaran premi JKA tersebut.
Nasrul Zaman melihat ada 2 persoalan dalam kerja sama Pemerintah Aceh dengan BPJS Kesehatan.
Pertama, soal sinkronisasi data yang tidak pernah selaras dan yang kedua soal disamakannya model pelayanan BPJS Kesehatan bagi warga Aceh dengan warga provinsi lainnya termasuk sistem rujukan, padahal Aceh selama ini memberikan anggaran yang sangat besar untuk BPJS Kesehatan.
Menurutnya, meski masyarakat Aceh saat ini sebagian besar bergantung terhadap kesehatan gratis terutama masyarakat miskin, namun pemerintah Aceh juga tidak bisa semena mena membayar Rp 1,2 triliun hanya untuk asuransi.
Karena sektor kemiskinan dan pendidikan yang buruk juga membutuhkan perhatian dan keberpihakan anggaran.
“Sebenarnya sejak awal saya sudah pernah menyampaikan agar JKA perlahan lahan dicari solusi untuk tidak gabung dengan BPJS Kesehatan, JKA untuk masyarakat Aceh perlu dibuat secara mandiri dan Aceh pernah punya pengalaman mengelola JKA dengan provider lain,” ungkap Nasrul Zaman dalam keterangannya, Jum’at (11/3).
Ditambahkannya, UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) jelas memberi kewenangan bagi Aceh untuk mengelola sektor kesehatan secara mandiri dan diperkuat oleh Qanun Nomor 4 tahun 2010 tentang Kesehatan pasal 75 yang memerintahkan Pemerintah Aceh membuat Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Aceh (BPJKA).
“Untuk sementara kita menyesalkan Pemerintah Aceh karena setelah anggaran JKA kerja sama dengan BPJS hanya sampai Maret 2022, maka harusnya ada pengumuman kalau masyarakat tetap bisa berobat gratis di seluruh rumah sakit pemerintah yang ada di Kabupaten/kota termasuk yang berada di Banda Aceh.”
Kalau itu tidak dilakukan maka sama saja Pemerintah Aceh telah melarang warganya sakit terhitung tanggal 1 April 2022 mendatang.
“Kalau itu terjadi maka Aceh akan sulit bergerak dari status termiskin se-Sumatera,” pungkasnya. (IA)