INFOACEH.NET, TAPAKTUAN — Pj Bupati Aceh Selatan Cut Syazalisma diminta agar tidak sibuk mengurus imigran Rohingya yang diselundupkan ke Aceh Selatan beberapa waktu lalu.
“Pj Bupati Aceh Selatan jangan sibuk mengurus imigran gelap Rohingya, lalu mengabaikan tanggung jawabnya kepada ASN, perangkat gampong hingga masyarakat Aceh Selatan yang kini dalam kondisi sulit,” ujar Koordinator Gerakan Pemuda Negeri Pala (GerPALA) Fadhli Irman, Kamis 7 November 2024.
Irman menyebutkan, secara kemanusiaan masyarakat Aceh Selatan sudah memberikan pertolongan kepada pengungsi Rohingya, namun jika terlalu berlama-lama pemerintah daerah disibukkan dan larut dengan persoalan imigran gelap Rohingya ini sudah tidak benar lagi.
“Kita paham UNHCR punya anggaran yang begitu besar, namun pemerintah daerah punya tanggung jawab lain yang lebih besar kepada rakyatnya. Seharusnya Pj Bupati Cut Syazalisma tegas kepada UNHCR jika mereka tidak segera relokasi imigran Rohingya itu maka kembalikan saja ke laut, apalagi sudah terlalu lama di Aceh Selatan, bahkan seorang tamu berkunjung saja paling lama 3 hari. Padahal sudah jelas pesan Presiden Prabowo sebelum jadi presiden terkait persoalan imigran Rohingya bahwa Pemerintah harus tetap terlebih dahulu mengutamakan rakyat sendiri. Kehadiran imigran Rohingya jangan sampai menjadi beban persoalan baru bagi daerah dan masyarakat. Apakah pesan jelas presiden Prabowo ketika turun ke Aceh sebelum pilpres itu masih berlaku di Aceh Selatan, kita juga tidak tahu,” tambahnya.
Irman mengungkapkan, kondisi masyarakat sedang sulit, TC yang jadi harapan ASN tak ada kejelasan, gaji perangkat desa masih tertahan, perputaran ekonomi rakyat hingga stabilitas keuangan daerah masih jadi persoalan.
Lalu, kenapa harus terlalu sibuk memikirkan imigran Rohingya jika itu malah menjadi tambahan beban dengan dalih kemanusiaan.
“Kami sarankan Pj. Bupati fokus untuk selesaikan persoalan daerah yang semakin memprihatinkan. Daerah ini sudah diambang kebangkrutan, nanti jangan sampai masyarakat menyalahkan pemerintah pusat karena memberi mandat kepada Pj Kepala Daerah yang kurang peka terhadap persoalan rakyatnya, tidak tegas serta tidak komit dalam bersikap dan tidak bijaksana dalam mengambil keputusan,” terang Irman.
Kondisi pengelolaan keuangan Aceh Selatan memang begitu memprihatinkan, tak heran jika dikatakan bahwa daerah berjuluk negeri pala itu kini tengah diambang kebangkrutan.
“Sudah akhir tahun 2024, tunjangan khusus (TC) aparatur negeri sipil (ASN) tak ada kejelasannya, kemudian gaji perangkat desa juga belum tersalurkan. Sehingga hal ini membuat kondisi pelayanan publik kian memprihatinkan,” ungkap
Menurut GerPALA, meskipun pada tahun 2023 Aceh Selatan memiliki utang teraudit mencapai Rp 122,8 miliar, tentunya tidak dibayar sekaligus namus secara bertahap, sehingga dampaknya tidak terlalu parah pada tahun anggaran 2024 ini.
“Ini aneh, sejauh ini dikabarkan masih ada utang tahun lalu yang belum terselesaikan, namun anggaran tahun ini juga mengalami kemacetan. Sehingga alokasi TC hingga gaji perangkat gampong/desa masih tertahan. Apakah kesalahan perhitungan proyeksi pendapatan daerah termasuk PAD terjadi seperti tahun lalu, padahal dalam tahun 2024 ini sudah berulang kali dilakukan rasionalisasi anggaran, ini patut dipertanyakan,” kata Irman.
Kata Irman, sikap ambisius seorang kepala daerah dalam menetapkan proyeksi pendapatan daerah acap kali ditenggarai keinginan untuk meningkatkan nominal belanja daerah.
“Misal begini, pendapatan riil paling memungkinkan katakan Rp 1,3 triliun termasuk PAD di dalamnya. Lalu agar bisa mengeluarkan belanja lebih dari itu bisa jadi untuk masuknya proyek tertentu dalam tahun anggaran terkait maka ditetapkanlah proyeksi pendapatan Rp 1,4 triliun, sehingga dampaknya ketersediaan anggaran daerah tak cukup untuk membiayai belanja daerah. Itu hanya contoh, atau bisa saja ada persoalan lain yang selama ini disembunyikan pemerintah daerah kepada masyarakat,” ujarnya.
Kendatipun demikian, kata Irman, alokasi dana earmark merupakan kas yang sudah dibatasi penggunaannya jangan sampai disalahgunakan lagi seperti tahun sebelumnya.
“Berdasarkan audit BPK RI, pada tahun 2023 Pemkab Aceh Selatan menggunakan dana earmark yang tidak sesuai peruntukannya itu mencapai Rp 73,9 miliar lebih termasuk di DPMG. Jangan sampai tahun ini dana earmark itu dipergunakan lagi untuk membayar kegiatan yang tidak sesuai peruntukannya. Begitupun dana insentif fiskal yang baru saja diberikan pemerintah pusat jangan sampai digunakan untuk membayar proyek lainnya diluar ketetapan,” jelas Irman mengingatkan.
Irman menegaskan, apapun alasan Pj Bupati Aceh Selatan, belum dibayarnya gaji aparatur desa/Gampong merupakan salah satu persoalan serius, apalagi sudah memasuki bulan November.