IDI RAYEUK – Para nelayan di Idi Rayek, Kabupaten Aceh Timur, menyampaikan keluhan mereka terkait berbagai kendala yang dihadapi dalam aktivitas melaut.
Keluhan itu disampaikan kepada Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar, yang melakukan kunjungan kerja ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Idi, Sabtu, 19 Agustus 2023.
Kabag Humas dan Kerja Sama Wali Nanggroe M Nasir Syamaun dalam keterangannya menyampaikan salah satu keluhan disampaikan terkait besaran Pajak Negara Bukan Penghasilan (PNBP) yang ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI.
Pada pertemuan langsung dengan Wali Nanggroe, Panglima Laot Lhok Kuala Idi, H Husaini menjelaskan poin-poin keberatan mereka terhadap SE tersebut.
“Dalam SE itu disebutkan, setiap kapal yang melaut di atas 12 mil, wajib bermigrasi ke pusat. Sedangkan kita di Aceh diberikan kewenangan untuk beroperasi dengan kapal yang berkapasitas GT60,” kata Husaini.
Oleh karena itu, jika ada larangan melaut di atas 12 mil, kewenangan Aceh yang membolehkan nelayan melaut dengan kapal GT60 dianggap percuma.
Menurut Husaini, Pemerintah pusat melalui SE itu juga menetapkan besaran PNBP atau retribusi yang sangat memberatkan. Yaitu lima persen untuk setiap trip bagi kapal GT60, dan 10 persen untuk setiap trip kapal di atas GT60.
“Ini sangat memberatkan bagi nelayan. Belum lagi harga acuan yang ditetapkan untuk setiap kilogram hasil tangkapan bukanlah harga acuan Aceh, tapi harga acuan Sumatera,” kata Husaini.
Terkait persoalan itu, beberapa waktu lalu para tokoh dan pemilik kapal di Aceh Timur sudah duduk berembuk, jika SE tersebut terus diberlakukan, besar kemungkinan satu persatu kapal pencari ikan di kabupaten itu akan berhenti beroperasi.
Memang saat ini beberapa pemilik kapal telah menandatangani formulir migrasi yang keluarkan KKP setempat. Namun, masih banyak pemilik kapal belum menandatangani formulir yang diajukan saat kapal bergerak menuju wilayah tangkapan di laut.
Akibatnya, beberapa pekan lalu, lima kapal nelayan ditangkap dan dicabut dokumennya. Kapal-kapal yang ditangkap itu dibawa ke Belawan, Sumatera Utara.
“Pada prinsipnya kami tidak setuju, tapi karena kami sudah mengeluarkan banyak operasional untuk kapal melaut, sebagian terpaksa menandatangani persetujuan migrasi itu, yang dikeluarkan KKP di sini. Karena kalau tidak setuju, akan berisiko saat di laut, akan diambil tindakan, pencabutan dokumen dan penangkapan kapal,” kata Husaini.
Menanggapi keluhan itu, Wali Nanggroe meminta para nelayan yang bernaung di bawah organisasi Panglima Laot, untuk membuat surat keberatan yang ditujukan kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah pusat dan stakeholder lainnya.
“Dengan dasar surat tersebut, akan menjadi bahan bagi saya untuk berbicara dengan berbagai pihak, baik di tingkat Aceh, dan ke Pemerintah pusat,” kata Wali Nanggroe. (IA)