Infoaceh.net, Banda Aceh — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh yang mengadili perkara pidana korupsi dalam peradilan tingkat banding telah menjatuhkan putusan tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta kepada Terdakwa Muhtar bin Abdullah (41), mantan Keuchik Desa Paya Laot, Kecamatan Setia Bakti, Kabupaten Aceh Jaya.
Putusan tersebut dibacakan pada Kamis, 17 Oktober 2024 oleh Hakim Ketua Makaroda Hafat, didampingi Hakim Anggota M Joni Kemri dan Taqwaddin, Hakim Tinggi Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi PT Banda Aceh, yang beralamat di Gedung Balai Tgk Chik Ditiro, Banda Aceh.
Sebelumnya, pada tingkat Pengadilan Negeri (PN) terdakwa dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman selama 10,5 tahun penjara dan membayar denda Rp 200 juta.
Berdasarkan pada berbagai pertimbangan maka Majelis Hakim Tingkat Pertama pada Pengadilan Tipikor pada PN Banda Aceh menghukum Terdakwa dengan hukuman 1 tahun dan denda Rp 100 juta. Atas putusan ini Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Jaya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
Menerima permintaan banding tersebut, Majelis Hakim Tingkat Banding yang ditunjuk Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh, memeriksa semua berkas dakwaan, berita acara pemeriksaan saksi, dokumen bukti-bukti, tuntutan dan pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Pertama serta putusannya.
Dalam putusan PT Banda Aceh sebagaimana dapat diakses pada SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) pada Jum’at, 18 Oktober 2024 dapat diketahui pertimbangan Majelis Hakim Tingkat Banding memperberat hukuman tersebut menjadi 3 tahun.
Setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi membaca, mempelajari dengan teliti dan seksama berkas perkara beserta salinan resmi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Banda Aceh Nomor 35/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 16 Agustus 2024, dan telah memerhatikan Memori Banding yang diajukan oleh Penuntut Umum serta Kontra Memori Banding yang diajukan Penasihat Hukum, Majelis Hakim PT berpendapat bahwa pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama dalam putusannya berdasarkan alasan yang tepat dan benar, karena itu dijadikan sebagai pertimbangan hukum Majelis Hakim PT dalam memutus perkara ini di tingkat banding, kecuali mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan, oleh karena itu perlu diubah.
Menyangkut mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi PN Banda Aceh Nomor 35/Pid.Sus-TPK/2024/PN Bna tanggal 16 Agustus 2024.
Majelis Hakim Tingkat Banding mempertimbangkan besarnya kerugian negara dan peran Terdakwa serta akan memenuhi rasa keadilan masyarakat (sense of justice) dalam perkara aquo, sehingga pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana yang terdapat dalam amar putusan.
Terdakwa memiliki niat dan inisiatif yang kuat dalam proses Tanah Objek Landreform (TOL) dari tanah negara sehingga menjadi tanah-tanah milik atas nama perseorangan masingmasing.
Namun demikian, proses sertifikasi yang telah melahirkan 260 Sertikat Hak Milik (SHM) hanya bisa terjadi karena Kepala Kantor Pertanahan membubuhkan tanda tangannya.
Sehingga, dengan adanya keterlibatan Kepala Kantor Pertanahan Aceh Jaya masa itu, maka persekongkolan kejahatan menjadi sempurna.
Maka atas dasar ini, lamanya pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa sebagaimana dalam amar putusan di bawah ini menurut Majelis Hakim Tingkat Banding dianggap telah tepat dan memenuhi rasa keadilan.
Sedangkan kepada Kepala Kantor Pertanahan telah dihukum 5 tahun penjara.