Infoaceh.net, SABANG – Kota kecil Sabang sebagai destinasi wisata Sabang yang seharusnya damai ini kini terjerat dalam jaring kelam yang tak tampak, yaitu peredaran sabu-sabu atau methamphetamine yang meluas bak api dalam rumput kering.
Narkotika jenis ini telah menanamkan akarnya hingga ke kalangan yang seharusnya terlindungi, dari pelajar yang masih belia hingga pekerja yang seharusnya produktif. Keadaan ini bukan lagi sekadar ancaman, tetapi sudah menyentuh titik darurat yang sangat mengkhawatirkan.
Kondisi yang semakin mencemaskan ini terlihat jelas dalam respons aparat penegak hukum yang terkesan lamban dan belum menunjukkan taring yang memadai.
Upaya penindakan tampak hanya menyentuh permukaan, seperti menyapu debu-debu kecil, sementara akar masalah para bandar besar masih bebas bersembunyi dalam bayang-bayang.
Hingga kini, baik Kepolisian Resort (Polres) Sabang maupun Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Sabang belum mampu membongkar jaringan yang sudah lama berakar.
Menurut sumber yang memiliki informasi dalam mengenai hal ini menyebutkan meskipun identitas pelaku-pelaku besar sudah menjadi rahasia umum, penegakan hukum masih terhalang berbagai kendala.
Padahal, peredaran sabu-sabu di Sabang sudah mencapai angka yang sangat mencengangkan.
“Dalam sebulan, lebih dari lima kilogram sabu-sabu bisa beredar tanpa ada yang tersentuh hukum,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya.
Angka tersebut menggambarkan betapa parahnya keadaan kota yang seharusnya bersih dari peredaran narkoba ini.
Dengan setiap gram sabu yang beredar, impian masa depan kota ini semakin terganggu. Bahkan, meskipun identitas bandar besar yang menjadi pengendali sudah dikenal banyak orang hingga kini ia tetap bebas berkeliaran tanpa pernah tersentuh hukum.
Menanggapi hal ini, Kepala BNNK Sabang, Dahlia Sungkar seakan menggenggam kesedihan yang mendalam. Dalam konfirmasi yang diberikan kepada wartawan pada Jum’at (21/2/2024).
Dahlia tidak membantah maupun membenarkan informasi tersebut. Ia menjelaskan dengan hati-hati bahwa BNNK Sabang terikat aturan yang mengekang wewenangnya.
“Secara regulasi, ada batasan yang menghalangi kami melakukan penyelidikan dan penyidikan. Kami lebih terfokus pada pencegahan, pemberdayaan masyarakat, serta rehabilitasi bagi mereka yang telah terjerat. Tugas penindakan lebih berada pada BNN Provinsi Aceh atau aparat penegak hukum lainnya,” jelasnya dengan nada penuh kehati-hatian.
BNNK Sabang, meskipun tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan langsung, tetap tidak tinggal diam.
Mereka berfokus pada upaya preventif melalui edukasi kepada masyarakat, terutama di kalangan pelajar, kampus, dan tempat kerja.
Namun, kekuatan mereka terasa terbatasi oleh tak adanya fungsi intelijen yang seharusnya dapat memberikan data yang akurat mengenai peredaran narkoba di kota ini.
Mengenai kabar tentang bandar besar yang sudah bukan lagi rahasia, Dahlia mengakui mereka pun mendengar cerita yang beredar di masyarakat.
Tetapi, kendati kesadaran akan bahaya ini sudah tersebar luas, tangan mereka tetap terikat karena kewenangan untuk menindak ada di tangan BNN Provinsi, jauh dari jangkauan mereka.
Dalam keterbatasan kewenangan yang dimiliki BNNK Sabang, satu hal yang jelas adalah kolaborasi dan sinergi dengan instansi terkait harus diperkuat.
Keberhasilan pemberantasan narkoba bukanlah tanggung jawab satu pihak semata. Namun, yang lebih penting pemahaman peredaran sabu-sabu ini bukan sekadar masalah hukum, tetapi juga masalah sosial yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Sabang kini berada di ujung tanduk. Tanpa tindakan tegas, kota ini akan terus terbenam dalam bayang-bayang kejahatan yang tak tampak, namun menghancurkan kehidupan banyak orang.
Narkoba bukan lagi sekadar ancaman fisik, ia adalah racun yang merusak moral dan masa depan generasi yang lebih muda.
Sudah saatnya peran serta masyarakat dan penegak hukum bekerja tanpa lelah, membangun benteng yang kokoh agar Sabang kembali menjadi kota bersih, jauh dari cengkeraman sabu-sabu yang menghancurkan.