KIP Aceh Bermasalah Sejak Perekrutan Hingga Tak Paham Aturan Pilkada
Teuku Alfian menambahkan, patut diduga, ada sisi gelap dan interest sepihak dalam proses rekrutmen awalnya yang bermasalah, sehingga melahirkan komisioner terpilih yang dengan mudahnya menjerumuskan lembaga KIP sebagai satu-satunya lembaga penyelenggara pemilu yang sah dan resmi, sebagai lembaga yang semakin dicurigai publik akan berbahaya bagi demokrasi dan pemilu fair di Aceh.
Masyarakat juga berhak melaporkan KIP Aceh ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) langkah ini sangat penting, untuk mengadang mentalitas suka-suka, dan menghentikan karakter bertindak semaunya selain atas kesengajaan yang sadar bertindak melanggar hukum, juga atas ‘pengkhianatan’ dan pelanggaran nyata mereka terhadap azas-azas penyelenggara Pemilu.
Beberapa azas seperti azas profesionalitas, berkepastian hukum, mandiri, tertib, adil, dan akuntabilitas jelas diabaikan sepenuhnya oleh KIP Aceh.
“Bukankah sebagai pejabat negara penyelenggara pemilu mereka sudah disumpah jabatan, khususnya untuk taat pada peraturan perundang-undangan, segala aturan dan azas.
Tragisnya, KIP Aceh belum juga menyampaikan permohonan maaf secara resmi kepada peserta Pilkada dan seluruh masyarakat Aceh atas kesalahan yang nyata diakuinya sendiri sebagai kesalahan melalui perubahan keputusan.
Ini tragedi beruntun dan sangat memalukan kita semua, sekaligus pembelajaran demokrasi terburuk dan fatal oleh pejabat negara penyelenggara pemilu di Aceh, sejak Aceh mendapat kekhususan
dalam konteks banyak hal termasuk kepemiluan.
Semoga mereka ksatria mengevaluasi dirinya dan mengedepankan kehormatan serta integritas pribadinya karena pertanggungjawaban KIP Aceh secara beradab, salah satu cara mulia supaya demokrasi di Aceh terhindar untuk semakin cepat menuju era kegelapan,” pungkas Teuku Alfian.