Aceh Tak Butuh Tambahan TNI, Pembangunan Empat Batalyon Teritorial Ditolak
Infoaceh.net, Banda Aceh — Keinginan TNI untuk pembangunan empat Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP) di wilayah jajaran Kodam Iskandar Muda (IM) mulai mendapat penolakan.
Empat Batalyon Teritorial tersebut rencananya akan dibangun di Empat kabupaten yakni di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah dan Kabupaten Aceh Singkil.
Penolakan datang dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Muda Seudang Aceh, karena Aceh saat tidak membutuhkan tambahan personel TNI.
Juru Bicara DPP Muda Seudang Aceh Muhammad Chalis, dalam keterangannya Senin (28/4) menilai rencana pembangunan Batalyon ini perlu ditinjau ulang karena dinilai berpotensi mengabaikan butir-butir kesepakatan damai dalam MoU Helsinki.
Menurutnya, keberadaan TNI di Aceh dibatasi oleh MoU Helsinki. Sehingga tidak membutuhkan tambahan TNI.
Dijelaskannya, jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh setelah relokasi adalah 14.700 orang.
Ia mengingatkan, relokasi tentara non-organik di Aceh mulai dilaksanakan sejak 15 September 2005, sebagai bagian penting dari upaya mengakhiri konflik dan membangun perdamaian berkelanjutan di Tanah Rencong.
“Meskipun pembangunan Batalyon Teritorial bertujuan memperkuat pertahanan nasional, namun langkah tersebut berpotensi berdampak pada penambahan jumlah pasukan di Aceh, yang dinilai tidak sejalan dengan semangat MoU Helsinki.
Kami mengkritik kebijakan pembangunan ini akan mengesampingkan pengaturan keamanan di Aceh,” ujarnya.
Chalis menyoroti pentingnya komitmen semua pihak dalam menjaga prinsip-prinsip yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.
Ia mengutip Klausul 4.11 MoU yang menegaskan, dalam keadaan damai, hanya tentara organik yang diperbolehkan berada di Aceh dengan jumlah maksimal 14.700 personel.
“Kami mengimbau harus data yang jelas berapa sudah pasukan tentara organik di Aceh,” ucap Magister Ilmu Politik lulusan Universitas Malikussaleh tersebut.
Lebih lanjut ia menegaskan setiap kebijakan pertahanan di Aceh seharusnya bertujuan untuk memperkuat perdamaian, bukan sebaliknya.
Meskipun urusan pertahanan merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, menurut Chalis, akta damai Helsinki tetap harus dihormati sebagai hukum tertinggi yang mengikat kedua belah pihak.