Krueng Aceh Kritis Akibat Tambang Galian C

Aktivitas penambangan pasir galian C di daerah aliran sungai Krueng Aceh, dalam Kabupaten Aceh Besar, telah membuat kondisi Krueng Aceh saat ini rusak dan kritis

ACEH BESAR — Aktivitas penambangan pasir galian C di aliran sungai Krueng Aceh, dalam Kabupaten Aceh Besar, telah membuat kondisi Krueng Aceh saat ini kritis.

“Sekarang kondisi sungai Krueng Aceh itu sudah hancur, sehingga kami tidak bisa lagi mengeluarkan rekomendasi galian C pada sungai yang sudah hancur atau kritis tersebut,” ujar
Tim Teknis Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I Fajar pada pertemuan pengurus Asosiasi Galian C dan para supir truk dengan Tim Teknis di MPP Lambaro, Aceh Besar, Rabu (27/9/2023).

Dalam pertemuan itu hadir tim teknis Balai Wilayah Sungai Sumatera I, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Aceh. Pertemuan itu membicarakan polemik Galian C di Aceh Besar.

Fajar mengatakan, yang pertama harus ada persamaan persepsi terlebih dahulu dan kenapa harus ada rekomendasi teknis untuk kegiatan galian C.

“Tujuannya cuma satu, menjaga keberlangsungan dan kelestarian sungai kita,” ujarnya.

Ia menyebutkan, kenapa harus menjaga keberlangsungan sungai, sebab dampak dari kerusakan sungai itu bukan hanya dirasakan oleh masyarakat yang dekat saja, tapi dari hulu sampai hilir akan merasakannya.

“Jadi kerusakan di Aceh Besar (hulu sungai) dan itu juga akan dirasakan dampak oleh warga Banda Aceh yang berada di hilir. Maka, sekarang sudah kita rasakan dampaknya dari kemarin yaitu berkurangnya debit air PDAM sehingga mengganggu aliran air ke rumah-rumah warga,” paparnya.

Fajar menuturkan, untuk menjaga kelangsungan dan kelestarian sungai ini diperlukan peraturan. Menurutnya, dari tim rekomendasi teknis dalam mengeluarkan rekomendasi teknis betul-betul mengacu pada peraturan yang ada.

“Aturan yang ada itu seperti apa, misalnya tidak diizinkan mengambil galian C dari tikungan luar sungai, kenapa tidak diizinkan, karena pada posisi tikungan luar sungai itu aliran air besar dan di situ tidak ada material, bila terus diambil dia semakin melebar sehingga menyebabkan kerusakan,” tuturnya.

Ia menyebutkan, di Kabupaten Aceh Besar kasusnya sangat rumit, ketika diberlakukan pengaturan untuk merekomendasi teknis untuk galian C.

Contohnya pada saat pembangunan jalan tol dan saat itu keperluan material sangat besar.

“Sebenarnya, waktu itu ketika mereka mengambil material sudah terlebih dahulu mengurus rekomendasi ke BWS Sumatera I dan sudah kita arahkan cara mengambil material yang benar, kami rasa semua lokasi galian C di Aceh Besar sampai sekarang tidak ada masalah dan di wilayah lain semua kami keluarkan rekomendasi selama mengikuti aturan yang ada,” sebutnya.

Celakanya di Aceh Besar, sambung Fajar, pekerjaan itu sudah duluan dilaksanakan tanpa rekomendasi dan izin dari pihaknya.

Sementara Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh Khairil Basyar mengungkapkan Dinas ESDM sama tugas dengan Balai Wilayah Sungai Sumatera I

Pertama, ESDM mengeluarkan pertimbangan teknis (Pertek) dan yang kedua peta pencarian wilayah.

“Untuk peta pencarian wilayah kami terbitkan apabila wilayah itu tidak berpotensi mempengaruhi kerusakan wilayah lain, sementara untuk Perktekn-ya kami akan mengevaluasi terhadap tenaga teknis, adanya cadangan dan lain-lainnya. Jadi itu dua hal pertimbangan kami dalam mengeluarkan izin,” terangnya.

Ia menyampaikan, di Aceh Besar sejak tahun 2020 sampai sekarang tidak ada satupun izin usaha pertambangan (IUP) dalam wilayah sungai Krueng Aceh yang melanjutkan ke tahap izin operasi kondusif, tapi hanya sampai di tahap evaluasi.

“Oleh karena itu, pemerintah harus duduk kembali, agar kita bisa cari kembali titik lokasi yang mungkin masih ada ruang untuk kita jadikan tambang yang ideal yang tidak berdampak pada kerusakan lingkungan, karena saat ini kondisi Krueng Aceh sangat kritis,” paparnya.

Ia menambahkan, menurut catatan Dinas ESDM Aceh di tahun 2022 hanya satu yang mengajukan permohonan dan itupun tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya.

“Di tahun 2023 satupun tidak ada yang mengajukan permohonan. Nah, untuk wilayah darat khususnya batu gunung, batu cadas ada 21 izin yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Aceh dan pemerintah tidak mempersulit untuk mengeluarkan izin asalkan persyaratannya terpenuhi,” ketusnya.

Di samping itu, Sekretaris Persaudaraan Sopir Truk dan Persatuan Pengusaha Galian C Aceh Besar Muhammad Chaizir menyampaikan, tidak ada satu pun anggota asosiasinya yang mengambil pasir di daerah yang bisa menyebabkan kerusakan lingkungan.

“Karena, pihak asosiasi juga menyadari kerusakan lingkungan yang bisa terjadi akibat penambangan di dekat waduk bisa membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitar,” ujarnya.

Sementara para pelaku usaha galian C meminta agar pihak Pemerintah dan instansi terkait agar mengembalikan kondisi seperti sebelumnya.

“Sehingga kami bisa kembali melakukan aktivitas. Dan kami juga meminta agar tidak ada lagi oknum-okum yang mengatasnamakan instansi tertentu, baik dari kabupaten maupun provinsi yang melakukan pungli di lokasi galian C,” pungkasnya. (IA)

Tutup