Menjalani Ibadah Ramadhan dengan Sepenuh Hati

Ketua Bidang Dakwah dan Pelatihan Dewan Dakwah Aceh Besar Ustaz Marfiandi Syukri

ACEH BESAR — Orang-orang yang beriman harus merespon perintah melaksanakan ibadah puasa Ramadhan dengan sami’na wa’atha’na (mendengar dan menaati), serta melaksanakannya dengan sepenuh hati.

Teladan terbaik dalam merespon perintah Allah adalah peran sahabat yang sebagian ulama menyebut mereka dengan jilul quranil farid, generasi Al Qur’an yang unik.

Mereka menantikan perintah Al-Qur’an sebagaimana prajurit menantikan instruksi komandannya, lalu dengan sigap melaksanakan instruksi tersebut.

Ketua Bidang Dakwah dan Pelatihan Dewan Dakwah Aceh Besar, Ustaz Marfiandi Syukri, menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum’at di Masjid Al lkhlas Ie Alang, Kecamatan Kuta Cot Glie, 15 Maret 2024 bertepatan dengan 4 Ramadhan 1445 Hijriah.

Pengajar pada Pesantren Mualamat Solidarity Boarding School (MSBS) Kota Jantho ini menjelaskan, Allah memulai perintah puasa dengan seruan “Ya ayyuhal lazi na amanu,” hanya orang-orang beriman yang Allah seru dan wajibkan berpuasa.

Abdullah bin Mas’ud RA mengatakan, apabila perintah diawali dengan seruan iman pastilah ayat itu mengandung satu hal yang sangat penting atau larangan yang sangat berat, sebab Allah mengetahui yang siap menjalankan perintah penting dan larangan berat adalah orang-orang yang beriman.

Ustaz Marfiandi mengajak umat Islam sepenuh energi mempersembahkan amal-amal terbaik, sekuat tenaga kita kerahkan segala upaya, agar bisa menunaikan puasa dan ibadah Ramadhan dengan sebaik-baiknya.

Semakin hari ibadah yang kita lakukan seiring dengan kesibukan dan aktivitas kita, maka ibadah kita akan semakin berat.

Namun dengan niat yang tulus dan mujahadah amal-amal Ramadhan akan mampu kita jalani dengan baik.

Semoga kita dimasukkan dalam hamba Allah yang bertaqwa dan Allah menjaga kesehatan kita, menganugerahkan kekuatan ibadah secara optimal di dalam bulan Ramadhan ini, mengokohkan mujahadah kita dan kelak mempertemukan kita dalam ridha dengan surga-Nya.

“Sungguh merupakan Allah yang maha besar, ketika Allah memanjangkan usia kita dan mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan. Semoga bulan Ramadhan yang kita jumpai ini merupakan bentuk pengabulan Allah atas do’a kita, sekaligus merupakan wasilah untuk menjadi hamba Allah yang bertaqwa,” ungkapnya.

Betapa para ulama merindukan momen-momen bertemu dengan bulan Ramadhan yang mulia.

Ibn Rajab Al Hanbali mengatakan, dahulu para salafush shalih berdo’a kepada Allah selama enam bulan, agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka juga berdo’a selama enam bulan agar Allah menerima amal-amal Ramadhan mereka.

Ustaz Marfiandi berharap, umat Islam sekarang juga memiliki kerinduan yang sama dan semoga Ramadhan ini menjadi momen bahagia, karena Allah telah mengabulkan do’a kita.

Satu amalan khusus yang wajib kita kerjakan dalam bulan Ramadhan adalah ibadah puasa, kewajiban yang tidak kita jumpai pada bulan-bulan lainnya, sehingga Ramadhan juga memiliki nama lain yaitu syahrush shiyam.

Ternyata, perintah puasa tidak hanya ada untuk umat Rasulullah. Umat-umat terdahulu juga mendapat perintah yang sama sebagimana dalam firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Ibn Kastir menjelaskan, puasa pada permulaan Islam adalah tiga hari setiap bulan. Puasa ini wajib sejak zaman nabi Nuh hingga Allah menasakhnya dengan puasa Ramadhan. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadhan, puasa tiga hari setiap bulannya menjadi puasa sunnah ayyamul bidh.

Ustaz Marfiandi juga mengutip Syeikh Wahbah Azzuhaili dalam Tafsir Al Munir, yang menjelaskan, Nabi Musa As berpuasa selama 40 hari, bahkan di zaman Nabi Daud puasanya lebih berat, yakni sehari berpuasa sehari berbuka. Dalam Islam, puasa ini menjadi salah satu puasa sunnah yang dikenal dengan puasa Daud.

“Sudah seharusnya kita sempurnakan ibadah puasa Ramadhan tahun ini dengan sepenuh hati, sehingga kita bisa mencapai ketakwaan yang sempurna kepada Allah Swt. Berikutnya ketakwaan itu akan kita rawat dengan puasa-puasa sunnah dan berbagai bentuk kebaikan lainnya,” pungkasnya. (IA)

Tutup