Riya dan Sum’ah, Syirik Kecil yang Menghilangkan Pahala Amal Ibadah

Anggota MPU Aceh Besar Ustaz Afrizal Sofyan SPdI MAg

ACEH BESAR — Beramal dengan ikhlas merupakan suatu hal yang selalu dituntut oleh Allah. Hal ini karena sebuah amal harus bersih dari riya atau sum’ah.

Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar Ustaz Afrizal Sofyan SPdI MAg menyampaikan hal tersebut dalam khutbah Jum’at di Masjid Nurul Jadid Gampong Lampeuneuen, Kecamatan Darul Imarah, 8 September 2023 bertetapan 22 Safar 1445 Hijriah.

Dalam kitab Min Muqawwimat An-Nafsiah al-Islamiyyah Hizbut Tahrir menjelaskan, riya adalah mengharapkan keridhaan dan pujian manusia ketika beribadah. Sedangkan sum’ah perbuatan menonjolkan ibadah agar didengar oleh orang atau menyebutkan amal yang dikerjakan agar orang-orang memujinya.

“Seperti seseorang yang melakukan suatu amalan di malam hari, lalu di pagi atau siang harinya, dia ceritakan kepada teman-temannya,” kata Ustaz Afrizal.

Menurut Direktur Pendidikan dan Pengajaran Pesantren Oemar Di Yan Indrapuri ini, riya dan sum’ah adalah perbuatan ingin diketahui orang lain untuk mendapatkan pujian manusia.

Hanya saja perbedaan antara keduanya bahwa riya berkaitan dengan ibadah yang ingin dilihat orang, adapun sum’ah berkaitan dengan ibadah yang ingin didengarkan orang.

Kedua kata tersebut (riya dan sum’ah) merupakan bentuk kata yang sangat berbahaya, karena mengandung kesyirikan, yang berarti menodai tauhid dan berarti pula tidak ikhlas.

Rasulullah melarang umatnya dari riya dan sum’ah, di antara sabdanya “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih aku khawatirkan terhadap diri kalian daripada Al Masih Ad Dajjal?” Abu Sa’id berkata, “Kami menjawab, “Tentu.”

Beliau bersabda: “Syirik yang tersembunyi, yaitu seseorang mengerjakan shalat dan membaguskan shalatnya dengan harapan agar ada seseorang yang memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah: 4204)

Di dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah bersabda: “Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku adalah sekutu yang paling tidak memerlukan sekutu, barangsiapa melakukan suatu amalan dengan menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, Aku meninggalkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim: 2895).

Bahkan, para ulama menghukumi dua penyakit hati tersebut dengan syirik kecil. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah, “Sesungguhnya yang paling aku takutkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Riya.” (HR. Ahmad)

Ustaz Afrizal mengutip kitab A’malul Qulub karya Syekh Muhammad Sholeh Al Munajid yang menjelaskan, bahaya dari riya dan sum’ah lengkap dengan dalilnya yaitu ibadahnya tidak diterima, tidak akan masuk surga, tidak mendapat pahala dari ibadah yang dikerjakan, dan menjadi penyebab pelakunya Allah tempatkan di neraka.

Selanjutnya, Syekh Muhammad Shaleh Al Munajid menjelaskan, jalan keluar dari kedua penyakit hati ini dengan selalu menghadirkan keikhlasan dalam beribadah, walaupun hal itu sangat sulit.

Sulitnya menghadirkan ikhlas dalam beribadah diutarakan oleh para ulama seperti pengakuan Sufyan At Tsauri rahimahullah. “Tidak ada sesuatu yang lebih berat bagiku melebihi masalah niatku, karena ia mudah berbolak balik.” (Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab I/17).

Juga pengakuan Abu Yusuf bin Husain rahimahullah, “Sesuatu yang paling susah bagiku di dunia ini adalah keikhlasan, berapa kali aku bersungguh sungguh untuk menghilangkannya dari hatiku, namun seakan-akan dia tumbuh kembali dengan corak yang lain”. (Jami’ul ‘Ulum Wal Hikam, I/70).

“Meskipun begitu, bukan berarti ikhlas tidak bisa dihadirkan. Bermujahadah, menggerakkan semua daya dan upaya untuk mendapatkannya tetap menjadi keharusan. Bukankah pahala itu sesuai dengan kesusahan dalam beramal,” kata Ustaz Afrizal yang juga Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Ibnu Sina Indrapuri ini.

Syekh Muhammad Shaleh al Munajjid menjelaskan beberapa usaha untuk menghadirkan ikhlas dalam beribadah.

Pertama, yang harus dilakukan adalah senantiasa menghadirkan kebesaran Allah dalam diri, takut terhadap siksaan-Nya dan merasa malu kepada-Nya.

Kedua, berjuang melawan hawa nafsu. Ketiga, muhasabah atau introspeksi diri dengan selalu menanyakan dirinya sebelum, ketika, dan setelah beramal.

“Ketika seseorang berhasil menghadirkan keikhlasan dalam dirinya maka dia akan diberikan keutamaan dalam beribadah yaitu diterimanya amal dan ibadahnya, mendapatkan pahala dari amalan yang dilakukan, mendapatkan ampunan dosa, dihilangkannya kegalauan dan gelisah dari hatinya, terhindar dari kesulitan dalam hidupnya,” pungkas Ustaz Afrizal. (IA)

Tutup