Begal Proyek APBA
Realisasi serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2025 memasuki kuartal II masih sangat rendah.
Hingga 22 April 2025 daya serapnya berkisar 16% untuk fisik dan 13,4% untuk keuangan.
Data tersebut diambil dari TV Monitor P2K APBA TA 2025 Pemerintah Aceh.
Problem rendahnya daya serap APBA di awal tahun anggaran, tentunya harus menjadi atensi Pemerintah Aceh, mengingat persoalan tidak terealisasinya APBA di akhir tahun anggaran, menjadi hal yang terus berulang setiap tahun.
Tentunya akibat buruknya kinerja Pemerintah Aceh dalam tata kelola APBA, menyebabkan rakyat Aceh tidak mampu keluar dari persoalan kemiskinan.
Menurut Transparansi Tender Indonesia(TTI), simpul sumbatan terhadap kucuran APBA bersumber dari maraknya praktek kotor lelang proyek di lingkungan SKPA, dengan modus menunda-nunda pengumuman kegiatan lelang pada Sistem Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LPSE Aceh.
Modus tersebut merupakan bagian dari praktek para begal proyek, untuk mengejar rente yang tertinggi.
Simpul sumbatan kedua terhadap realisasi APBA adalah keterlibatan eksekutif, legislatif dan yudikatif Aceh dalam praktek begal proyek.
Praktek begal proyek teranyar, berdasarkan informasi yang didapat dari hasil konfirmasi pimpinan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh, bahwa RS Jiwa Aceh telah mendapat arahan dari seorang ASN inisial S di ULP Aceh, agar paket-paket padat modal di lingkungan RS Jiwa Aceh dan rumah sakit lain di Aceh.
Dalam proses lelang harus berkoordinasi dengan oknum S yang disebut-sebut sebagai sosok kepercayaan orang nomor satu di Aceh.
Sudah saatnya Gubernur Aceh bersikap tegas terhadap praktek begal proyek seperti di RS Jiwa Aceh yang diduga juga marak terjadi di SKPA lain.
Carut marut tata kelola pemerintahan Aceh, sebagai penyebab kebocoran APBA dan kemiskinan berkepanjangan, adalah akibat rendahnya moral dan hilangnya nurani kemanusiaan para pemangku kebijakan di Aceh.
Sejarah era keemasan Aceh di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, kini hanya tinggal sebagai cerita yang teronggok di perpustakaan sekolah dan menjadi mimpi rakyat kecil Aceh yang tak berharap bangun dari tidur, karena kembali dihadang kesulitan hidup yang semakin berat.