Kasus Pemilik Ternak Racuni Harimau, DPRA Minta Diselesaikan Lewat Restorative Justice
BANDA ACEH — Pihak kepolisian diminta agar menangani dan menyelesaikan kasus peternak kambing yang meracuni Harimau di Kabupaten Aceh Timur lewat Restorative Justice atau keadilan restoratif.
“Berkaitan konflik pemilik kambing dan Harimau di Aceh Timur, kita berharap kepada Kapolda Aceh agar kasus tersebut dapat diselesaikan secara Restorative Justice (RJ),” ujar Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sulaiman di Banda Aceh, Senin (6/3).
Mengingat hal itu terjadi dikarenakan belum adanya langkah konkret dalam pengelolaan satwa liar di Aceh.
“Hari ini sangat tidak adil rasanya jika dia (pemilik kambing) disalahkan secara sepihak, karena pada dasarnya dia juga dilindungi oleh negara. Negara tidak hanya melindungi Harimau, tetapi negara juga melindungi setiap hak warga negara,” ucap Sulaiman.
Menurut Sulaiman, yang harus dipahami adalah konflik itu terjadi antara dua makhluk yang sama-sama dilindungi oleh negara. Negara harus hadir melindungi warganya dan menjamin kebutuhan hidupnya.
“Apa yang dilakukan oleh pemilik kambing tersebut bukanlah kejahatan yang luar biasa, dia tidak memburu Harimau tersebut untuk diperdagangkan kulitnya, tetapi dia hanya menunjukkan reaksinya dikarenakan Harimau tersebut telah menerkam kambing miliknya,” ujarnya.
“Bila perbuatan pemilik kambing harus dihukum karena melanggar aturan negara, maka kita juga harus sadar melindungi hak hidup dia, juga merupakan aturan negara, dan sangat jelas termaktub dalam UUD 1945,” tambah Sulaiman.
Sulaiman menilai konflik satwa dengan manusia terus terjadi karena lengahnya pemangku kebijakan dalam menyiapkan langkah-langkah konkret dalam pengelolaan satwa liar saat ini.
“Mungkin dalam hal ini merasa sama-sama terganggu (manusia dan satwa), makanya harus ada acuan khusus dulu dalam penanganan satwa hidup berdampingan dengan manusia, baru kita bisa menyalahkan siapa,” tegasnya.
Dengan demikian, kata Sulaiman lagi, dalam kasus seperti ini dirinya berharap agar penegak hukum dapat menyelesaikannya secara Restorative Justice.
“Berbicara dilindungi oleh negara, juga sama-sama dilindungi oleh negara (Harimau dan manusia). Oleh karena itu, apa yang terjadi di Aceh Timur saya harap Kapolda Aceh dapat membuka mata hatinya untuk menyelesaikannya secara damai atau Restorative Justice,” pungkas Sulaiman.
Sebelumnya, Satreskrim Polres Aceh Timur mengamankan SY (38) warga Dusun Krueng Baung, Desa Peunaron Lama, Kecamatan Peunaron, Aceh Timur yang diduga telah meracuni seekor anak Harimau Sumatera hingga mati.
Pelaku SY ditangkap di rumah saudaranya di Desa Pasir Putih, Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Rabu (22/2/2023).
Selain itu, petugas juga mengamankan barang bukti satu kantong plastik berwarna putih yang berisikan racun hama merk Curratter yang digunakan oleh pelaku untuk meracuni anak Harimau.
Hasil pemeriksaan, SY mengakui telah menabur racun hama merk Curratter di bangkai kambing yang telah dimangsa oleh Harimau tersebut.
“SY mengaku kesal dan emosi karena empat kambingnya dimangsa oleh Harimau, sehingga dia menabur racun di bangkai kambing yang telah dimangsa oleh Harimau tersebut,” kata Kapolres Aceh Timur AKBP Andy Rahmansyah melalui Kasat Reskrim AKP Arief Sukmo Wibowo, Selasa (28/2).
Atas perbuatannya, SY disangkakan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja membunuh satwa dilindungi.
“Terhadap SY kami persangkakan melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a jo pasal 40 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Dalam pasal tersebut disebutkan setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, megangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Jika dilakukan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta,” terang Kasat Reskrim Polres Aceh Timur AKP Arif Sukmo Wibowo. (IA)