Teladani Nabi Ibrahim, Berkurban Momentum Pembuktian Cinta kepada Allah

Dr Nurkhalis Mukhtar Lc MA (Pembina Yayasan Pelita Alfusalam dan Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh)

Oleh: Dr Nurkhalis Mukhtar Lc MA

NABI Ibrahim ‘Alaihisalam figur teladan yang sering disebut berulang-kali dalam Al-Qur’an. Beliau adalah Nabi pilihan yang memiliki nilai keteladanan yang tinggi.

Banyak peribadatan dalam Islam yang mengacu kepada tuntunan yang dilakukannya, kemudian dipertegas kembali oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam seperti qurban.

Dalam ibadah qurban misalnya, terkandung pelajaran yang sangat berharga dari seorang Nabi Ibrahim dengan anaknya Nabi Ismail. Tentu cinta yang hakiki perlu adanya pembuktian, salah satunya dengan berkurban seperti yang dilaksanakan oleh keduanya.

Karena kurban merupakan perwujudan cinta yang tulus dari hamba kepada Tuhan-Nya.

Dalam surat As-Shaffat digambarkan kisah yang begitu indah yang menceritakan betapa tingginya kepasrahan Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail sebagaimana yang diabadikan dalam Al-Qur’an, Nabi Ibrahim berkata kepada anaknya; “wahai anakku, sungguh aku melihat di dalam mimpiku bahwa aku menyembelihmu, bagaimana pandanganmu?”.

Nabi Ismail dengan yakin dan mantap menjawab “wahai ayahku, kerjakan apa yang diperintahkan, insyaAllah Engkau akan mendapati ku bersabar”, terhadap apa yang diperintahkan kepada ayah untuk menyembelih.

Tatkala Nabi Ibrahim mendengar jawaban dari anaknya, dia mengetahui bahwa doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT telah dikabulkan, dengan dianugerahkan kepadanya seorang anak yang shaleh yaitu Nabi Ismail yang patuh.

Al-Qur’an menjelaskan secara rinci betapa indah dialog yang penuh keimanan dan keyakinan antara Ibrahim dan anaknya Ismail. Terasa suasana cinta yang tulus dan kepasrahan dari ayah dan anak.

Tanpa bantahan Nabi Ismail berbaring di hadapan ayahnya untuk dikurbankan, namun Allah mengetahui bahwa kedua hambanya tersebut memiliki keikhlasan dan cinta yang tinggi nilainya kepada Allah, sehingga Allah mengganti sembelihan dengan seekor kibas yang besar. Cinta yang tulus menyebabkan para hamba Allah melakukan kurban khususnya pada Hari Raya ‘Idul Adha.

Pada hari raya Idul Adha dianjurkan bagi kaum muslimin untk melakukan ibadah kurban.
Bila dilihat, sebelum adanya perintah kurban kepada Nabi Ibrahim. Beliau dianugerahi anak yang sangat dicintainya itu ketika usia senja. Dalam usia yang telah lanjut, Nabi Ibrahim diberikan berita bahwa ia akan dianugerahi seorang anak yang sangat sabar dan patuh.

Anak yang sabar itu adalah Ismail yang merupakan tumpuan harapan dan cita-cita Ibrahim dan Isterinya Hajar. Setelah Ismail lahir, belum lama Ibrahim menimang anaknya, ia kemudian diperintah oleh Allah SWT untuk meletakkan anaknya di sebuah lembah yang tandus, disebut dalam Al-Qur’an dengan waadin ghairi dzi zar’in sebuah lembah yang tandus tanpa penghuni, tanpa cahaya kehidupan; pepohonan, air, makanan, penduduk, kecuali hanya bekal yang mereka bawa.

Siti Hajar hanya menanyakan kepada Nabi Ibrahim apakah penempatan mereka di lembah yang tandus merupakan perintah dari Allah ta’ala, atau inisiatif dari Nabi Ibrahim. Dengan mantap Nabi Ibrahim menjawab bahwa Allah yang memerintahkannya.

Hiduplah Ismail dan ibunya Siti Hajar di sebuah lembah yang tandus dan gersang, yang kemudian terjadi perubahan signifikan di lembah tersebut setelah ada sumber kehidupan yaitu air zamzam yang penuh keberkahan.

Menginjak usia remaja Ismail dan ayahnya membangun sebuah tempat yang menjadi jantung hati umat Islam di seluruh dunia yaitu Ka’bah rumah Allah yang agung. Dimana Allah memerintahkan Ibrahim ‘alaihisalam untuk menyeru manusia agar datang melakukan ibadah ke tempat yang mulia. Tidak terhitung manusia yang datang kesana untuk melakukan tawaf, sa’i dan ibadah lainnya.

Jadi Ka’bah yang merupakan kiblatnya umat Islam diseluruh dunia merupakan bangunan yang cikal bakalnya dibangun oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail ‘alaihima salam.

Nabi Ismail dalam catatan sejarah memiliki banyak keutamaan, sebagai seorang Nabi ia juga penjaga Tanah Haram dan terkenal sangat tunduk dan patuh kepada ayahnya, tidak pernah sama sekali membantah ayahnya dalam hal apapun.

Dari tulang sulbinya pula Rasul pilihan, penutup para nabi dan rasul lahir Nabi Muhammad. Sehingga dalam rentetan kakek Rasulullah termasuk Ismail salah satunya. Rasulullah sebagaimana disebutkan oleh beliau dalam beberapa riwayat, berpindah dari rahim dan tulang sulbi yang suci. Karena Rasulullah adalah manusia terbaik kedudukan dan nasabnya di sisi Allah.

Selain membangun Ka’bah bersama ayahnya Nabi Ibrahim, Ismail juga dikisahkan dalam Al-Qur’an memiliki kepasrahan yang tinggi dengan membenarkan setiap perbuatan Nabi Ibrahim yang dibimbing oleh Wahyu. Kisah berawal ketika beberapa malam Nabi Ibrahim bermimpi menyembelih anak yang sangat ia cintai.

Nabi Ibrahim merenungkan arah datangnya mimpi adakah dari ilham yang benar ataukah ia hanya bunga tidur belaka. Pada hari yang disebut dengan hari Tarwiyah ia melakukan perenungan hingga pada hari Arafah ia yakin bahwa mimpi tersebut datangnya dari Allah dan sebuah kebenaran yang mesti ditunaikan.

Setelah mantap keyakinannya, ia dengan tekad yang kuat tanpa keraguan membawa anaknya ke sebuah tempat untuk disembelih, di tengah perjalanan datanglah syetan yang ingin menimbulkan keraguan di hati Ibrahim dengan menggodanya agar tidak menyembelih anak yang ia cintai.

Nabi Ibrahim membalas godaan syetan dengan melempar tujuh batu yang dalam konteks sekarang disebut dengan melontar jamarat bagi para jama’ah haji.

Adapun Rasulullah Muhammad melaksanakan kurban untuk dirinya dan umatnya. Begitu banyak hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah menerangkan kepada umatnya untuk meniru sunnah yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihisalam.

Sehingga ketika para jamaah haji melontar jamarat pada hari ke sepuluh Dzulhijjah yang disebut dengan hari nahar/menyembelih tepatnya pada hari raya kurban atau Idul Adha, sangat dianjurkan setelah pelaksanaan ibadah shalat Idul Adha untuk melaksanakan ibadah kurban sebagaimana firman Allah yang berbunyi “sungguh, kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak. Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada-Nya). Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
Hari Raya Idul Adha disebut dengan Hari Raya Qurban, karena amalan yang paling utama pada hari raya ini adalah perwujudan cinta sesungguhnya bagi seorang hamba kepada Allah yaitu dengan melakukan ibadah kurban. Bahkan dalam riwayat disebutkan bahwa tidak ada amalan yang paling dicintai oleh Allah pada hari raya kurban melainkan menyembelih hewan sembelihan, dan dosa-dosa orang yang berkurban diampuni dosanya sebelum darah dari hewan sembelihan tersebut jatuh ke bumi.

Sabda Rasulullah, “Tidak ada amalan Anak Adam yang lebih disukai oleh Allah pada hari raya kurban melainkan berkurban. Sesungguhnya binatang-binatang kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kukunya. Dan sesungguhnya, darahnya benar-benar jatuh di sebuah tempat di sisi Allah sebelum jatuh di bumi. Maka berbahagialah bagi jiwa yang berkurban.”

Begitu agung dan mulianya perbuatan kurban, sehingga banyak ayat dan hadits yang memotivasi dan menganjurkan kita untuk berkurban. Kurban yang dipersembahkan pun semestinya kurban yang terbaik, seperti kurban yang dipersembahkan oleh anak Nabi Adam yaitu Habil yang memberikan ternak yang paling bagus yang ia miliki.

Di antara syarat-syarat binatang kurban adalah selamat dari berbagai kekurangan seperti tidak berpenyakit, buta, pincang, dan sangat kurus. Al-Qur’an menjelaskan bahwa seseorang tidak mendapatkan kebaikan secara sempurna dalam kebaikan kecuali ia memberikan yang terbaik yang ia miliki.

Karena Allah adalah zat yang maha sempurna dan baik, tidak menerima kecuali segala yang baik-baik. Karena itu kurban merupakan bentuk manifestasi cinta seorang hamba kepada Tuhannya, semestinya dipersembahkan yang terbaik.

Agar kurban yang dipersembahkan pada hari yang mulia memiliki pahala yang istimewa di sisi Allah, tentu bagi seseorang yang ingin berkurban untuk mempelajari sisi-sisi syariat dalam pensyariatan kurban.

Karena darah, daging yang dikurbankan tidak akan sampai kepada Allah, yang akan sampai hanyalah niat dan ketakwaan.

Disyaratkan agar binatang kurban tidak disembelih sebelum matahari terbit pada Hari Idul Adha dan telah berlalu waktu yang cukup untuk pelaksanaan shalat Idul Adha. Dan, hewan kurban boleh disembelih kapan saja pada tiga hari sesudahnya yang dikenal dengan hari tasyrik yang diharamkan berpuasa pada hari tersebut. Waktu penyembelihan selesai dengan berlalunya tanggal 13 Dzulhijjah.

Rasulullah bersabda “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari ini adalah mengerjakan shalat. Kemudian kita pulang dan menyembelih kurban. Barangsiapa yang mengerjakan-seperti tuntunan, maka dia telah mendapatkan sunnah kita. Dan barangsiapa yang menyembelih sebelum itu maka itu adalah daging yang dipersembahkan untuk keluarganya dan sama sekali bukan merupakan kurban”.

Menurut kajian fikih, hukum berkurban adalah sunnah muakkad. Makruh meninggalkannya apabila ada kemampuan. Riwayat Anas bin Malik, bahwa Nabi saw pernah berkurban dengan dua ekor kambing kibas yang berwarna putih hitam dan bertanduk.

Beliau menyembelih keduanya dengan tangan beliau sendiri. Rasulullah menyebut nama Allah seraya bertakbir. Sehingga sangat dianjurkan bagi yang pandai menyembelih untuk menyembelih sendiri. Adapun yang tidak bisa menyembelih sendiri maka boleh hukumnya mewakilkan kepada orang lain, dan hendaknya dia menghadiri dan menyaksikan penyembelihan.

Rasulullah pernah berpesan kepada anaknya Fatimah untuk datang dan menghadiri tempat penyembelihan dengan membaca ketika hewan disembelih “Inna shalati wanusuki wa mahyaya wa mamati lillahi rabbil ‘alamin, la syarika lahu wa bidzalika umirtu wa ana awwalul muslimin”.

Momentum Hari Raya Idul Adha merupakan momen pembuktian cinta secara tulus dan ikhlas yang ditandai dengan mempersembahkan hewan kurban terbaik sebagai bentuk kecintaan kita kepada sunnah Rasulullah dan mengenang pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya Ismail yang sangat mengharukan serta penuh keteladanan. Mari berkurban!

Penulis:
Ustaz Dr Nurkhalis Mukhtar Lc MA (Pembina Yayasan Pelita Alfusalam dan Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh)

Tutup