Lem Faisal: Orang Aceh Tidak Produktif Lalai Main Game Online, Lalu Sebut China Mau Kuasai Aceh
BANDA ACEH – Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Tgk H Faisal Ali menyampaikan kegelisahannya terkait kian maraknya permainan game judi online di Provinsi Aceh seiring berkembangnya fasilitas internet di daerah yang notabenenya menerapkan syariat Islam tersebut.
Game judi online bahkan saat ini digandrungi oleh banyak warga Aceh, baik dari kalangan tua, pemuda, remaja hingga anak-anak yang berdampak negatif terhadap sendi-sendi kehidupan masing-masing individu.
Hal paling mengkhawatirkan saat ini yaitu banyak anak di bawah umur ikut kecanduan bermain game online, seiring kebijakan pemberlakuan sekolah daring di masa Covid-19.
Ulama yang akrab disapa Lem Faisal itu mengakui adanya dampak negatif dari kebiasaan anak-anak memegang handphone dan bermain game online. Hal paling kentara adalah sikap abai dengan lingkungan sekitar.
“Jangankan sesudah kita berpulang kepada Allah yang sudah tidak ada wujud lagi di depan, sekarang masih wujud di depan saja, berkali-kali kita panggil tidak konek. Peu teuk watee ta woe bak Allah yang hana lee dikeu nyan,” kata Lem Faisal pada Focus Group Discussion (FGD) bahaya dan dampak negatif game online yang dilaksanakan oleh Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, di aula kanwil setempat, Selasa (6/7).
FGD tersebut juga turut menghadirkan narasumber lainnya yakni Kakanwil Kemenag Aceh Dr Iqbal Muhammad.
Hal inilah yang membuat MPU Aceh bersama dengan KWPSI dan Kanwil Kemenag Aceh ikut menuangkan pikiran untuk mencari solusi atau meminimalisir dampak negatif yang bakal menjangkiti anak-anak Aceh di masa mendatang.
Selain terhadap anak-anak, pengaruh buruk bermain game online menurut Lem Faisal juga turut melanda orangtua di Aceh. “Salah satu yang membuat kita negara yang sedang berkembang ini terus berkembang (tidak maju-maju) karena disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif. Lon na lampoh di gampong, kita datangkan orang-orang dari desa untuk bekerja, itu pas waktu istirahat sebentar justru digunakan untuk bermain game, nyan ureung jak u glee. Seharusnya waktu istirahat mereka beristirahat dengan tidur sebentar agar saat bekerja staminanya pulih. Ini tidak, justru mereka bermain game,” ungkap Lem Faisal.
Lem Faisal mengatakan akibat aktivitas yang tidak produktif tersebut membuat masyarakat Aceh selalu merasa didhalimi oleh orang lain, sehingga ada pendapat kemudian yang menyebutkan China hendak menguasai orang Aceh. “Peusalah gob, padahal tanyoe hana produktif,” ujar Lem Faisal.
Fenomena lain yang kerap ditemui oleh Lem Faisal seiring maraknya gadget dan game online adalah kian minimnya warga mengelola ladang di pedesaan. Akibat paling miris yang dirasakan adalah seluruh kebutuhan rumah tangga terpaksa dibeli.
“Di Lamno, gampong lon, boh pisang payah ba dari Banda, ya Allah,” keluh Lem Faisal.
“Padahal ladang dan sawah terbengkalai sangat luas, kenapa tidak menanam pisang? Lantaran tidak sanggup lagi menanam pisang karena harus memagar ladang, karena babi sudah sebanyak orang,” Lem Faisal menamsilkan.
Dia mengatakan kecanggihan teknologi sekarang justru membuat masyarakat di Aceh tidak lagi mandiri seperti dulu, termasuk air minum dan sayur mayur harus beli. Dampak buruk penggunaan handphone berlebihan menurut Lem Faisal, tak hanya melanda anak-anak di bawah umur juga terhadap orangtua.
“Na ureung tuha 60 thon yang terpaksa dicok HP lee aneuk, ditham lee aneuk maen HP di rumoh, geujak u meunasah,” kata Lem Faisal seraya tertawa.
MPU Aceh menurut Lem Faisal saat ini terus mencurahkan pikiran agar dampak negatif tersebut hilang dari Bumi Serambi Mekkah. Salah satunya adalah dengan memback-up aparatur hukum untuk membuat regulasi-regulasi atau fatwa tentang game online tersebut.
Namun menurut Lem Faisal ada beberapa hal paling teknis yang menjadi kendala, dalam melahirkan fatwa-fatwa game online tersebut seperti dengan merincikan satu persatu jenis game yang dilarang tersebut. Guna memudahkan pengeluaran fatwa seperti yang diinginkan oleh aparatur pemerintah tersebut, MPU Aceh menyiasatinya dengan fatwa terbatas.
“Untuk sebuah fatwa, itu harus melalui sidang yang dihadiri oleh 47 orang ulama. Jadi kalau fatwa terbatas, boleh dihasilkan oleh sembilan orang anggota MPU serta pimpinan sudah bisa keluarkan fatwa terbatas. Dengan ketentuan sudah ada petunjuk-petunjuk umum, tidak boleh yang baru,” ungkap Lem Faisal.
Saat ini menurut Lem Faisal terdapat 111 jenis game online yang diduga berkaitan dengan perjudian. Hal ini menurut Lem Faisal tentu menguras energi lantaran MPU Aceh harus mengeluarkan 111 fatwa sesuai teknis ilmu hukum di negara Indonesia.
“Ta neuk peuteubit fatwa, tanyoe payah ta meureuno atra nyan dilee. Kalau tidak, kita tidak bisa mengeluarkan fatwa karena kita tidak memahami,” ujar Lem Faisal yang mengundang gelak tawa peserta FGD.
Selain itu, Lem Faisal mengakui ada permintaan dari tim hukum agar menyebutkan nama dan istilah-istilah dalam permainan yang akan dikeluarkan fatwa tersebut. “Geutanyoe meuta tu’oh tuleh tan,” kata Lem Faisal lagi.
Menurut Lem Faisal banyak kendala lain dalam penegakan hukum syariat Islam seperti mutasi jabatan Kepala Mahkamah Syariah atau jaksa yang sudah memahami tentang jinayah. Lem Faisal mengatakan dalam melahirkan fatwa game judi online, MPU Aceh harus mengundang pakar fiqih, pakar hukum tata negara, orang yang paham tentang judi online, dan juga para psikolog.
Kehadiran para pakar ini menurutnya diperlukan untuk mendapat gambaran yang jelas terhadap dampak bagi pemain game online tersebut. Setelah mendapat masukan-masukan dari para pakar tersebut, MPU Aceh kemudian membentuk tim guna melihat realita di lapangan.
Lem Faisal menyebutkan butuhnya komitmen semua pihak untuk memberantas judi online yang kian marak di Aceh.
“Inti dari itu kita harus berkomitmen demi generasi kita di masa yang akan datang dan supaya Aceh nyoe bek dikuasai le gob, meunyoe generasi Aceh sibuk ngon judi online, maka Aceh nyoe akan dikuasai le gob,” pungkas Lem Faisal. (IA)