Kunjungan Jokowi Lukai Hati Keluarga Korban Pembantaian Beutong Ateuh
BANDA ACEH — Presiden Joko Widodo berkunjung ke Aceh, Selasa, 27 Juni 2023 ke lokasi penyiksaan dan tempat pelanggaran HAM di Rumoh Geudong, Gampong Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie.
Jokowi akan mengumumkan kick off penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu secara nonyudisial di Aceh yang berlangsung di Rumoh Geudong.
Lokasi peluncuran penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu yang dipilih Presiden Joko Widodo itu merupakan Tragedi Rumoh Geudong. Kejadian ini merupakan sebuah tragedi penyiksaan terhadap masyarakat Aceh oleh aparat selama masa konflik Aceh, 1989—1998.
Namun kunjungan tersebut menyayat hati bagi keluarga korban pelanggaran HAM berat lainnya di Aceh, pasalnya tragedi Beutong Ateuh sebagai pelanggaran HAM Berat pada hari Jum’at, 23 Juli 1999 tidak masuk dalam pengakuan dan penyesalan negara.
“Hal ini patut disayangkan, karena tragedi pembantaian terhadap Ulama Tgk Bantaqiyah dan santrinya yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan paling sadis, bahkan masih menyisakan luka yang mendalam, namun tidak masuk dalam pengakuan negara yang diumumkan oleh Presiden beberapa waktu lalu,” ungkap Koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA) Muhammad Hasbar kepada media Senin (26/6/23).
Hasbar menyebutkan, kasus Tragedi Beutong Ateuh tersebut merupakan pelanggaran HAM berat di masa lalu, bahkan sekarang masih menyisakan bukti dan saksi sejarah.
“Secara umum kita ketahui bersama, Teungku Bantaqiah adalah seorang ulama Aceh yang memimpin sebuah pesantren yang terletak di Beutong Ateuh. Pesantren yang bernama Babul Al Nurillah di Blang Meurandeh tersebut dituduh oleh oknum aparat TNI sebagai tempat persembunyian alat logistik GAM,” ungkapnya.
Namun tuduhan ini tidak pernah terbukti, kata Hasbar, justru kasus tersebut adalah pembantaian terhadap warga sipil yang merupakan jamaah pesantren, pembantaian Tengku Bantaqiah sendiri dilakukan oleh oknum TNI yang berada di bawah kendali operasi (BKO) Korem 011/Lilawangsa yang terdiri atas pasukan Yonif 131 dan 133 dengan didukung satu pleton pasukan dari Batalyon 328 Kostrad. Pasukan ini dipimpin oleh Kasi Intel Korem 011/Lilawangsa, Letkol Inf Sudjono.
Warga sipil tersebut dibantai dengan tuduhan terlibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan menyimpan senjata dan ganja.
Dalam peristiwa tersebut, lanjut Hasbar, tercatat lebih kurang 56 orang tewas dan hilang. Selain itu, ratusan orang trauma atas tragedi tersebut.
“Tentu ini tidak adil, jika Presiden mengakui pelanggaran HAM berat hanya 3 lokasi di Aceh, yaitu tragedi Rumoh Geudong Pidie, tragedi Simpang KKA Aceh Utara dan Tragedi Jamboe Keupok Aceh Selatan, sedangkan kasus tragedi pelanggaran HAM berat lainnya tidak dimasukkan ke dalam catatan negara, padahal bukti dan saksi sejarah masih ada,” ujar Hasbar.
Anehnya lagi, jelas Hasbar, Pemerintah Aceh sudah membentuk lembaga Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh berdasarkan Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013, dimana tugas KKR Aceh adalah sebagai penginput data pelanggaran HAM berat di Aceh.
Dalam tugas tersebut, KKR Aceh berkoordinasi dengan Komnas HAM Aceh dan melaporkan langsung kepada Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), selanjutnya kepada Presiden.
“Kenapa kasus Tragedi Beutong Ateuh tidak masuk dalam pengakuan Presiden sebagai pelanggaran HAM berat atau memang tidak dilaporkan? Jika tidak dilaporkan pun tidak mungkin, karena Tragedi Beutoh Ateuh dunia pun mengakuinya, bahkan masih ada catatan sejarah dan rekam jejak digitalnya hingga sekarang,” tegas Hasbar.
Jika Tragedi Beutoh Ateuh, kata Hasbar, tidak masuk dalam pengakuan Presiden Joko Widodo sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu, maka pihaknya menuntut kepada Pemerintah bubarkan saja lembaga KKR Aceh dan copot Komnas HAM Aceh karena dinilai tidak mampu mengakomodir keadilan bagi korban HAM berat di wilayah Beutong Ateuh, Nagan Raya.
“Kami apresiasi atas kinerja KKR Aceh bersama Komnas HAM Aceh, terkait input data korban pelanggaran HAM yang sudah 5 ribu lebih, namun tindak lanjutnya masih lambat dan lemah mengadvokasinya ke pemerintah pusat. Oleh karena itu lami bersama keluarga korban Tragedi Beutong Ateuh mengecam pihak lembaga KKR Aceh dan Komnas HAM Aceh atas kinerja pilih kasih keadilan terhadap pelanggaran HAM berat Aceh,” ucap Hasbar.
Hasbar menambahkan, dalam Kunker Presiden Joko Widodo ke Aceh, ia bersama keluarga korban Tragedi Beutong Ateuh akan melakukan upaya advokasi langsung, apapun risikonya.
“Kami akan mengajak semua LSM dan lembaga organisasi mahasiswa untuk menyampaikan tuntutan ini secara langsung kepada Presiden Jokowi agar Tragedi Beutong Ateuh diakui oleh negara sebagai pelanggaran HAM berat masa lalu, dan negara harus meminta maaf serta melakukan upaya pemulihan masa troma bagi Korban,” pungkasnya. (IA)