SABANG – Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengajak lembaga Majelis Adat Aceh (MAA) untuk merangkul anak muda generasi milenial dan generasi Z.
Di era digital saat ini, perkembangan teknologi sangat pesat, sebagai lembaga adat, gubernur memandang pentingnya peran MAA membentuk kelompok generasi ini agar tidak salah langkah.
Harapan tersebut disampaikan oleh gubernur, dalam sambutannya saat membuka Rapat Kerja MAA Tahun 2022, di aula Mata Ie Hill Resort Sabang, Senin (21/2).
“Bapak dan Ibu sekalian, ada kelompok yang saat ini harus kita rangkul, yaitu generasi milenial dan generasi Z. Jangan sampai MAA ini dianggap sebagai kumpulan komunitas orang-orang tua. Adat anak muda juga harus kita maintance, harus kita kendalikan. Adat itu bukan hanya memaintance apa yang terjadi di masa lalu, tapi alangkah lebih baiknya jika kita bisa membentuk apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, kedua generasi ini sangat penting untuk kita rangkul,” ujar Gubernur Aceh.
Gubernur mengungkapkan, akhir-akhir ini yang menonjol di Aceh adalah kasus kekerasan dan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, narkoba dan game judi online. Ini menjadi tugas besar yang harus menjadi perhatian bersama.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak, narkoba dan game online menjadi ujian di dunia modern saat ini, terutama game judi online dan narkoba. Nah, untuk memberantas ini kita harus merangkul generasi milenial dan generasi Z,” kata Nova.
“Terkait game PUBG, saya bersama MPU telah mengharamkan game ini, tapi di warung-warung anak-anak muda kita masih memainkan game ini dengan memanfaatkan jaringan WiFi yang tersedia di warung tersebut. Kenapa kita larang dan kita haramkan? Karena daya rusak yang diakibatkan oleh keranjingan game sama seperti narkoba.”
Gubernur menjelaskan, gadget yang dikuasai anak-anak akan masuk ke ranah privat mereka dan tanpa kontrol, hal itu akan sangat berbahaya.
“Gadget yang anak-anak kita kuasai akan masuk ke ruang pribadi mereka. Ke kamar, ke kamar mandinya dan yang paling bahaya adalah semua itu di luar kontrol. Namun, melarang anak-anak kita menggunakan gadget juga tidak mungkin karena banyak juga hal positif dari gadget tersebut,” sebut Nova.
Oleh karena itu, Gubernur Nova mengajak MAA untuk membentuk dan membina komunitas yang tidak hanya bernuansa masa lalu tetapi bernuansa masa kini dan masa depan.
“Saya ingat pesan Pak Jusuf Kalla, bahwa penting untuk membanggakan kejayaan masa lalu tapi jauh lebih penting lagi mempersiapkan dan merebut kejayaan masa depan. Untuk itu, saya sangat berbahagia atas terlaksananya Raker yang diselenggarakan oleh lembaga daerah yang cukup penting untuk mewujudkan dan meneruskan kebesaran adat Aceh yang telah kita warisi dari para leluhur kita.
Kita tidak bisa keluar dari ciri ke-Acehan kita, untuk itu adat harus kita pertahankan dan rawat sebagai sebuah media pembelajaran tentu saja dengan merangkul generasi muda,” imbuh Nova.
Adat Salah Satu Program Unggulan Pemerintah Aceh
Dalam sambutannya, Gubernur Nova juga menjelaskan, adat merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan pemerintah Aceh. Hal ini bahkan telah dituangkan dalam visi dan misi Aceh Hebat, dengan salah satu program unggulannya, yaitu ‘Aceh Meuadab’.
“Makna ‘Aceh Meuadab’ tidak boleh diterjemahkan dalam arti sempit, karena mengandung amanat untuk mewujudkan masyarakat Aceh yang santun, damai, cerdas dan berakhlak mulia serta menjauhi sikap dan perilaku intoleran, fitnah dan adu domba. Kita meyakini dengan pasti, bahwa adat Aceh diilhami dan sejalan dengan syariat Islam, sebagaimana pepatah yang sangat populer menyebutkan, ‘Hukom ngon adat hanjeut cree, lagee zat ngon sifeut,” kata Nova.
Ajaran Islam, sambung Nova, menjiwai dan memberikan spirit tinggi bagi pelaksanaan adat Aceh. Tidak boleh membenturkan adat Aceh dengan Islam dan tidak boleh terjadi pelaksanaan adat yang bertentangan dengan Islam.
“Namun, harus dimaklumi, adat Aceh bukanlah norma yang kaku dan pasif. Adat Aceh adalah norma yang dinamis, sejalan dengan jiwa orang Aceh yang selalu menginginkan perubahan menuju perbaikan hidup yang terus berkembang dari hari ke hari. Ini, menjadi tantangan tersendiri bagi MAA,” imbuh Nova.
Gubernur mencontohkan, di masa lalu adat Aceh belum banyak berbicara tentang birokrasi, narkoba, human trafficking, teknologi informasi, tentang baik buruknya media sosial, dan sebagainya. Namun kini, hal itu menjadi tak terpisahkan saat berbicara tentang adat.
Karenanya, pengetahuan adat juga harus dilakukan melalui penulisan, penerbitan naskah hingga disebarkan melalui platform digital agar dapat dibaca generasi sekarang, karena tidak efektif lagi diturunkan melalui pesan verbal.
Gubernur juga berpesan, agar keluarga besar MAA menjadikan raker ini sebagai momentum dalam upaya memberikan solusi bagi penguatan adat Aceh, beriring dengan perumusan kebijakan adat yang mampu menjawab berbagai persoalan sosial budaya lainnya di tengah-tengah masyarakat Aceh seperti maraknya narkoba, mitigasi bencana, penguatan pendidikan, kearifan lokal, peradilan adat dan lain sebagainya.
“Misalnya, dalam hal penguatan adat Aceh, MAA haruslah mampu membangun semangat lembaga-lembaga adat yang telah tertuang dalam Qanun Aceh, seperti pawang glee, haria peukan, peutua sineubok, dan keujruen blang, agar berfungsi kembali dengan baik. Memikirkan solusi, bagaimana membangun gairah orang Aceh untuk terus bekerja keras dalam menjaga adat dan budayanya, membantu memajukan gampong dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan seni budaya Aceh,” kata gubernur berpesan.
Nova menambahkan, untuk mewujudkan hal tersebut, MAA tentu tidak bisa bergerak sendiri. Kerja-kerja tersebut harus dilakukan secara bersama dengan melibatkan para pemerhati dan pemangku kepentingan adat, termasuk para ulama, akademisi, para cendekiawan dan juga Pemerintah Aceh.
Oleh karena itu, gubernur mengimbau MAA aktif membangun jaringan komunikasi yang sinergis dengan segenap unsur pemerintahan, DPRA, LSM dan kelompok masyarakat Aceh di manapun mereka berada.
Dengan demikian, MAA akan lebih eksis dan dikenal oleh masyarakat luas sehingga lebih mudah menyebarkan informasi mengenai nilai-nilai adat Aceh yang multi-kultural, yang mampu membangun spirit power rakyat Aceh untuk menyongsong masa depan lebih baik.
“Selamat mengikuti Rapat Kerja MAA yang tentu akan menghasilkan kesepakatan untuk menjadikan adat Aceh sebagai identitas dan spirit yang membawa Aceh sebagai daerah yang bermartabat di negara kita ini,” pungkasnya. (IA)