JANTHO — Mahkamah Syar’iyah Jantho mengadili sebanyak 416 perkara cerai sepanjang tahun 2021 di Kabupaten Aceh Besar.
Sebanyak 315 kasus di antaranya adalah istri yang menggugat cerai suami dengan penyebab utama cekcok terus-menerus dalam rumah tangga.
Selain 315 kasus istri gugat cerai suami, ada 101 perkara merupakan kasus suami menceraikan istrinya.
Demikian disampaikan Ketua Mahkamah Syar’iyah Jantho Siti Salwa SHI MH melalui Panitera Mahkamah Syar’iyah Jantho Muhammad Raihan, dalam ekspose akhir tahun 2021, Kamis (30/12).
Menurutnya, secara garis besar, ada sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian.
Faktor tersebut di antaranya empat perkara karena kekerasan dalam rumah tangga, delapan kasus karena salah satu pihak dihukum penjara, empat kasus gegara ekonomi dan dua perkara akibat cacat badan.
Selain itu, 42 perceraian karena salah satu pihak meninggalkan satu pihak, dan 308 kasus gegara perselisihan terus-menerus di dalam rumah tangga.
“Untuk faktor perselisihan yang terjadi terus menerus disebabkan oleh berbagai pemicu, ada akibat intervensi pihak ketiga, yaitu orang dekat atau keluarga, tidak dewasa dalam berumah tangga sehingga menimbulkan perbedaan paradigma,” kata Muhammad Raihan.
Penyebab lain cekcok dalam rumah tangga, yakni disebabkan faktor pendidikan salah satu pihak, berbeda konsep dalam mengurus anak.
Ada juga istri menggugat suami karena terlibat permainan game judi online chip domino.
Menurutnya, berkaitan penyebab faktor pidana hukum, salah satu pihak menggugat cerai karena pasangannya dihukum akibat kasus pembunuhan, narkoba serta terlibat penipuan dan penggelapan.
“Sungguh kita sayangkan hal hal sepele kadang membuat rumah tangga hancur,” ujarnya.
Dia menambahkan, secara keseluruhan Mahkamah Syar’iyah Jantho menangani 798 perkara sepanjang tahun ini.
Rinciannya adalah gugatan (contensius) 472 perkara, permohonan (voluntair) 285 perkara, Jinayat (pidana Islam) 38 perkara, dan jinayat anak tiga perkara.
Khusus untuk perkara jinayat, kata Raihan, Mahkamah Syar’iyah Jantho mengadili enam perkara judi, 12 perkara ikhtilat (bercumbu), empat kasus pelecehan seksual dan 13 perkara pemerkosaan, enam perkara zina.
“Tiga perkara pemerkosaan itu adalah anak sebagai pelakunya,” jelas Raihan.
Raihan menjelaskan, penyebab utama terjadinya pemerkosaan di Aceh Besar, yakni akibat terpengaruh gawai serta lalai dan lemahnya pengawasan orang tua.
Sementara terkait zina, penyebabnya didominasi hubungan pacaran berlebihan.
“Semoga ke depan ada perhatian khusus dari masing masing orang tua, aparat gampong, tokoh agama, tokoh pendidikan dan pemerintah, agar perkara tindak pidana seksual bisa diminimalisir di Kabupaten Aceh Besar, karena ini sudah pada tahap mengkhawatirkan,” katanya.
“Sebagaimana telah disidangkan satu orang pelaku perkosaan oleh anak terhadap anak, yang bersangkutan masih dalam pendidikan pesantren level tsanawiyah,” ungkapnya.
Raihan menambahkan yang menjadi kendala para pihak di Kabupaten Aceh Besar dalam mencari keadilan umumnya akibat jarak radius tempat tinggal yang sangat jauh untuk berakses kepengadilan dan minimnya akses transportasi umum, ditambah salah satu kecamatan berada di Klasifikasi sebagai pulau terluar yaitu Kecamatan Pulo Aceh.
Pihaknya telah menyiasati dengan membuat sidang keliling diluar gedung, menyediakan pos bantuan hukum (Posbakum) dan memberi fasilitas perkara prodeo bagi masyarakat yang tidak mampu, namun belum bisa menjawab seluruh persoalan hal ini secara holistik hal ini semata disebabkan berbagai faktor hal lainnya. (IA)