JAMBO KEUPOK merupakan salah satu desa di Kecamatan Bakongan atau saat ini setelah pemekaran menjadi Kecamatan Kota Bahagia, Kabupaten Aceh Selatan.
Jambo adalah gubuk atau tempat peristirahatan sementara. Keupok adalah lumbung padi.
Nama desa ini menggambarkan mata pencaharian umum masyarakat di desa.
Tragedi Jambo Keupok pada 17 Mei 2003 adalah sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di Jambo Keupok, Bakongan, Aceh Selatan.
Tragedi ini terjadi dua hari sebelum ditetapkannya Darurat Militer di Aceh pada 19 Mei 2003 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri saat itu.
Sebanyak 16 orang penduduk sipil tak berdosa mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) dan pembakaran serta 5 orang lainnya turut mengalami kekerasan oleh anggota TNI, Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI).
Peristiwa ini diawali setelah sebelumnya ada informasi dari seorang informan (cuak) kepada anggota TNI bahwa pada tahun 2001–2002, Desa Jambo Keupok termasuk salah satu daerah basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh aparat keamanan dengan melakukan razia dan menyisir kampung-kampung yang berada di Kecamatan Bakongan.
Dalam operasinya, aparat keamanan sering melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil; seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan dan perampasan harta benda.
Puncaknya adalah ketika pada 17 Mei 2003, sekitar pukul 07.00 Wib pagi, sebanyak 3 truk reo berisikan ratusan pasukan berseragam militer dengan memakai topi baja, sepatu lars, membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi desa Jambo Keupok dan memaksa seluruh pemilik rumah untuk keluar.
Lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak semua disuruh keluar dan dikumpukan di depan rumah seorang warga.
Para pelaku yang diduga merupakan anggota TNI Para Komando (PARAKO) dan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) menginterogasi warga satu persatu untuk menanyakan keberadaan orang-orang GAM yang mereka cari.
Ratusan pasukan militer datang dan mengepung desa, memukul, menyiksa sementara para perempuan dikurung di gedung sekolah.
Ketika warga menjawab tidak tahu, pelaku langsung memukul dan menendang warga. Peristiwa tersebut mengakibatkan 4 warga sipil mati dengan cara disiksa dan ditembak, 12 warga sipil mati dengan cara disiksa, ditembak, dan dibakar hidup-hidup, 3 rumah warga dibakar, 1 orang perempuan terluka dan pingsan terkena serpihan senjata, 4 orang perempuan ditendang dan dipopor dengan senjata.
4 orang laki laki tewas ditembak, lalu bersama 12 orang lainnya dibakar di dalam sebuah rumah yang dikunci dari luar.
Peristiwa ini juga membuat warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah masjid karena takut anggota TNI akan kembali datang ke desa Jambo Keupok.
Meskipun peristiwa ini terjadi setelah UU tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, namun peristiwa ini tak pernah diadili.
Peristiwa ini juga menjadi salah satu dari 12 kasus pelanggaran HAM berat yang masuk dalam penyelidikan KOMNAS HAM dan diakui oleh Negara melalui pernyataan Presiden Joko Widodo.
Hari ini, Rabu (17/5/2023), tepat 20 tahun memperingati peristiwa Jambo Keupok dengan doa bersama, dengan harapan peristiwa ini tidak terulang kembali dan pemulihan korban yang bermartabat. (IA)