Banda Aceh — Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al Haytar berkunjung ke kawasan wisata Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh, Sabtu pagi , 16 Januari 2021. Selain untuk menikmati suasana pagi di akhir pekan, kedatangannya itu dalam rangka memantau perkembangan kawasan wisata yang saban hari, khususnya di akhir pekan ramai dikunjungi masyarakat.
Tiba di Ulee Lheue pukul 08.00 WIB, Wali Nanggroe didampingi Staf Khusus Dr. Rafiq serta Kabag Humas dan Kerja Sama, M Nasir berjalan menyusuri jalur pejalan kaki di trotoar jalan Pantai Ulee Lheue.
“Dulunya di sini Pantai Cermin, indah sekali. Saya pertama kali ke sini tahun 1974, banyak pepohonan, ramai orang mandi-mandi di pantai,” kata Wali Nanggroe sambil menunjuk ke arah bebatuan penahan ombak. Seperti diketahui Pantai Cermin kini tinggal sebagian kecilnya saja, akibat tergerus tsunami 26 Desember 2004.
Tahun 2006, ketika Malik Mahmud pulang ke Aceh, ia mengaku juga sempat berkunjung ke kawasan Ulee Lheue yang luluh lantak dihantam tsunami.
“Sekarang kita lihat sudah ada banyak pembangunan, tapi seperti tidak ada perencanaan, tidak ada visi,” kata Wali Nanggroe mengomentari kondisi terkini kawasan Pantai Ulee Lheue.
Padahal Ulee Lheue dengan keasliannya memiliki potensi wisata yang cukup menarik. Pantai indah dan bersejarah, dengan hamparan pulau-pulau di hadapannya.
“Ini (kawasan Ule Lheu) hanya satu dari begitu banyak potensi wisata Aceh yang tidak kalah menarik jika dibanding negara-negara yang terkenal dengan industri pariwisatanya,” sebut Wali Nanggroe.
Atau, tambah Wali Nanggroe, sebagai contoh dekat, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand dan Singapura, potensi alam Aceh jauh lebih unggul.
“Namun kita sangat jauh tertinggal dari sisi penataannya, baik itu penataan objek wisatanya, dan prasarana di sekitarnya. Enggak teratur,” tambah Wali Nanggroe.
“Padahal kita negeri syariat Islam. Kita diajarkan, kebersihan adalah sebagian dari iman.”
Wali Nanggroe mengaku tahu persis bagaimana kondisi kawasan Pantai Uleur Lheue yang selalu ramai pengunjung khususnya akhir pekan. Karenanya ia meminta agar pemerintah berperan aktif dalam upaya membina masyarakat tentang pentingnya ketertiban dan kebersihan. “Jadi saling bekerja sama antara pemerintah dengan masyarakat.”
Apalagi, kata Wali Nanggroe, kawasan Ulee Lheue masih memiliki lahan luas untuk misalnya dibangun lokasi khusus restoran, lapak jajanan, wahana bermain dan tempat parkir, tanpa harus menjamah kawasan bibir pantai. “Bukan artinya dibuat tempat yang bagus, yang mahal, tapi teratur, tertib,” pesan Wali Nanggroe.
Saat ini, kata Wali Nanggroe, belum terlambat untuk memperbaiki penataan kembali kawasan-kawasan wisata yang ada di Aceh. Jikapun diminta bantuan untuk membangun hubungan dengan konsultan dari Singapore atau Malaysia, Wali Nanggroe mengaku siap menjembataninya.
“Malaysia, Singapura dan Thailand, mereka dikenal dunia sebagai negara yang sukses merencanakan dan membangun industri wisatanya,” pungkas Wali Nanggroe. (IA)