RAMADAN adalah bulan yang dirindukan oleh umat Islam di manapun mereka berada. Ada kegembiraan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata dan kalimat, karena berbagai keutamaan yang terdapat dalam bulan Ramadan.
Bahkan di antara sekian banyak keutamaan Ramadan adanya potensi ketakwaan yang diharapkan oleh para hamba Allah.
Sehingga tidak berlebihan bila Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam jauh-jauh hari sebelum tiba Ramadhan senantiasa bermunajat ke pada Allah agar diperjumpakan dengan bulan Ramadhan yang penuh keistimewaan.
Dalam Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 183 sampai 187, Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberikan gambaran yang jelas bagi orang-orang yang beriman yang ingin menggapai derajat ketakwaan di bulan Ramadan.
Dalam Surat Al Baqarah ayat 183 misalnya, Allah mewajibkan para hamba-Nya berpuasa dengan keimanan dan kesungguhan untuk tujuan yang jelas yaitu ketakwaan.
Saking utamanya takwa, Allah mengulang kata takwa dalam Al Qur’an sekitar 258 kali.
Tidak hanya berpuasa, pada malam bulan Ramadhan juga sebagaimana disebutkan dalam berbagai riwayat hadis dari Rasulullah bahwa Nabi Muhammad menganjurkan kepada umatnya untuk mendirikan malam-malam Ramadhan dengan ibadah Shalat baik Tarawih, Tahajud, Witir dan berbagai ibadah sunnah lainnya.
Bahkan disebutkan Rasulullah sendiri memaknai setiap malam bulan Ramadhan dengan penuh kesungguhan dan keimanan, untuk mengajarkan kepada umatnya bagaimana menjadikan Ramadhan sebagai bulan yang istimewa.
Secara khusus Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalani dalam karyanya Bulughul Maram menyebutkan sebelas hadits tentang I’tikaf dan ibadah malamnya Rasulullah. Tergambar betapa Rasulullah menghidupakan malam-malam Ramadhan dengan kesungguhan dalam ibadah terutama shalat malam, khusus di sepuluh terakhir beliau melazimkan dirinya beriktikaf untuk menjemput malam Lailatul Qadar.
Maka puasa dan mendirikan malam Ramadhan dengan beribadah secara sungguh-sungguh merupakan sarana menuju kepada ketakwaan.
Pada ayat lainnya, Surat Al Baqarah ayat 185 Allah dalam Bulan Ramadhan juga menurunkan mukjizat terbesar umat Islam yaitu turunnya Al Qur’an yang bertepatan dengan malam Lailatul Qadar.
Turunnya Al Qur’an surat Al ‘Alaq ayat satu sampai lima pada Bulan Ramadhan yang biasanya diperingati dengan malam Nuzulul Qur’an membawa pesan tersirat bahwa Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan ditandai dengan ayat pertama perintah umat Islam untuk “Iqra’”.
Al Qur’an yang mulia tentu memiliki banyak sekali keistimewaan, dimana setiap huruf yang dibaca akan diberikan pahala yang berlipat, apalagi jika dibaca pada Bulan Ramadhan tentu pahalanya tak terhingga banyaknya.
Al Qur’an juga sebagai tuntunan dalam kehidupan umat Islam untuk membimbing kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat yang kekal abadi. Di Dalam Al Qur’an juga terdapat berbagai ayat yang membahas tentang hukum syariah, ibadah, muamalah dan tata nilai kehidupan yang layak diaplikasikan dalam kehidupan.
Selain aspek hukum dan tata nilai kehidupan, dalam Al Qur’an juga terdapat banyak ayat yang mengarah kepada ketakwaan. Disebutkan dalam Al Qur’an perintah untuk bertakwa, meningkatkan ketakwaan dengan amal shalih, disebutkan pula ciri-ciri orang yang bertakwa, juga amalan-amalan yang mengantarkan kepada ketakwaan kepada Allah termasuk ibadah berpuasa di bulan Ramadhan.
Selanjutnya, pada surat Al Baqarah ayat 186, Allah SWT menganjurkan para hamba-Nya memperbanyak munajat permohonan kepada Allah.
Bahkan Allah menegaskan akan menerima setiap permohonan atau doa dari para hamba-Nya, dengan syarat mereka memenuhi perintah-Nya, beriman kepada-Nya agar mereka mendapatkan petunjuk ke jalan yang benar.
Secara lebih khusus misalnya di bulan Ramadhan, Allah disebutkan dalam berbagai riwayat hadits, tidak menolak permohonan para hamba-Nya. Karena memang doa orang yang berpuasa mustajab apalagi menjelang berbuka puasa.
Bahkan Ummul Mukminin Aisyah pernah bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai amalan yang paling dicintai oleh Allah pada malam Lailatul Qadar, maka ibadah yang dicintai oleh Allah selain shalat adalah memperbanyak mengucapkan doa Allahumma Jnnaka ‘Afuwwun Tuhibbul ‘Afwa Fa’fuanni.
Doa merupakan perwujudan kepasrahan kita kepada Allah. Menunjukkan sebagai insan dan hamba-Nya tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan, dan memiliki harapan yang senantiasa dititip kepada Allah dalam bentuk doa dan munajat kepada-Nya.
Setiap lantunan doa yang dipanjatkan oleh seorang hamba, tentu akan dikabulkan oleh-Nya, atau akan menepis musibah dan meringankan duka, atau disimpan di akhirat kelak.
Imam Al Ghazali secara khusus dalam karyanya Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin menyebutkan beberapa cara agar doa diijabah oleh Allah, di antaranya dengan memperhatikan waktu daan kondisi dalam berdoa.
Di antara waktu yang istimewa dalam berdoa dan termasuk waktu mustajab adalah berdoa pada bulan Ramadhan. Bahkan Rasulullah disebutkan dalam riwayat berdoa sebelum Ramadan datang, dan berdoa pada hari pertama memasuki bulan Ramadhan.
Rasulullah pribadi yang banyak bermunajat kepada Allah. Dan bukankah di dalam Islam hari-hari yang dilalui oleh umat Islam juga dalam doa?
Misalnya saja ketika seorang muslim bangun tidur, sebelum tidur, sebelum makan, sesudah makan, ketika berbuka, sebelum naik kendaraan, ketika keluar rumah, memasuki rumah, masuk mesjid, keluar mesjid, dan di berbagai tempat yang senantiasi dihiasi dengan doa dan munajat.
Bahkan ibadah shalat yang dilaksanakan juga berisi doa dan harapan.
Sehingga berdoa merupakan anjuran di bulan Ramadhan terutama doa memohon ampunan, rahmat, dan kebebasan dari api neraka.
Karena saat seorang hamba telah memperoleh ampunan, maknanya ia telah dekat dengan derajat ketakwaan.
Sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 133 yang menganjurkan kepada umat Islam untuk bersegera menjemput ampunan Allah karena ganjaran surga yang begitu luas dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.
Maka untuk sampai pada ketakwaan mestilah melalui pintu yang disebut pintu ampunan/maghfirah.
Selanjutnya Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 187 menganjurkan para hamba-Nya untuk Iktikaf.
Ibadah Iktikaf sudah ada sejak masa sebelum Nabi Muhammad. Bahkan Iktikaf sudah ada semenjak Nabi Ibrahim ‘Alaihisalam. Iktikaf juga ibadah yang sangat disukai oleh Rasulullah ditandai setiap sepuluh terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah dalam berbagai riwayat hadits mewajibkan dirinya untuk beriktikaf, yang kemudian tradisi iktikaf diikuti para sahabat Rasululullah, isteri-isteri beliau dan umatnya hingga akhir zaman.
Hikmah pensyariatan iktikaf pada bulan Ramadhan ialah untuk menjemput satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu malam Lailatul Qadar yang besar kemungkinan terdapat pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan terutama pula pada malam sepuluh terakhir di Bulan Ramadhan.
Memang untuk iktikaf memiliki syarat-syarat khusus sebagaiman yang tertuang dalam kitab-kitab fikih tentu agar sahnya ibadah tersebut.
Malam Lailatul Qadar sebagaimana yang disebut dalam Al Qur’an dan banyak hadits Nabi merupakan malam yang sangat istimewa. Sehingga dari masa Rasulullah upaya untuk menggapai Lailatul Qadar terus diusahakan secara maksimal.
Karena siapapun yang berpapasan ibadahnya pada malam Lailatul Qadar, maka pahalanya melebihi seribu bulan atau lebih dari delapan puluh tiga tahun beribadah.
Mengenai malam Lailatul Qadar memang banyak perbedaan pandangan dari para ulama dan ilmuan Islam kapan secara pasti.
Al Hafidz Ibnu Hajar al Asqalani secara khusus dalam karya besarnya Fathul Bari Syarah Sahih al Bukhari menyebutkan sekitar empat puluh pandangan mengenai kapan kemungkinan Lailatul Qadar, walaupun memang Syekh San’ani menyebutkan bahwa apabila didetailkan maka pandang-pandangan tersebut bisa diminimalisir.
Walaupun memang kesimpulan mengarah kepada sepuluh malam terakhir di Bulan Ramadhan terutama pada malam-malam yang ganjil sebagaimana yang masyhur dalam berbagai riwayat yang berasal dari Rasulullah.
Ahli hadits lainnya al Hafidz Waliyuddin al Iraqi dalam tulisannya tentang malam Lailatul Qadar menyebutkan ada sekitar dua puluh tujuh pandangan berkenaan dengan lailatul qadar.
Bila disimpulkan, potensi malam Lailatul Qadar adalah pada Bulan Ramadhan di sepuluh terakhir terutama pada bilangan ganjil; dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan, serta ada yang menyebut pada malam dua puluh empat dan ada yang menegaskan pada malam dua puluh tujuh.
Hikmah tidak adanya penetapan yang pasti mengenai malam Lailatul Qadar, agar umat Islam berlomba-lomba dalam ketaatan dan tidak mengganggap sepele hari-hari di Bulan Ramadhan. Karena menurut satu pandangan bahwa Lailatul Qadar berpindah-pindah pada pada malam hari sepuluh terakhir Bulan Ramadhan.
Bagi kita, yang terpenting adalah memaksimalkan ibadah puasa dengan mendirikan malam, tadarus, khatam Al Qur’an, memperbanyak doa, iktikaf, berinfak serta amal shalih lainnya yang bermuara kepada ampunan Allah.
Harapan lainnya adalah mendapat bagian dari malam Lailatul Qadar sehingga memperoleh keutamaan seribu bulan. Dan di akhir Ramadhan sudah digolongkan ke dalam golongan para hamba yang mendapatkan pemutihan dosa dan meraih derajat ketakwaan yang merupakan dambaan dan harapan kita semua. Semoga.
Penulis:
Ustadz Dr Nurkhalis Mukhtar Lc MA (Pembina Yayasan Pelita Alfusalam dan Dosen STAI Al-Washliyah Banda Aceh)