BANDA ACEH — Ikatan Muslimin Aceh Meudaulat (IMAM) meminta agar segera dibatalkan konser musik dalam rangka HUT ke-77 Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang rencananya akan digelar di Lapangan Blang Padang kota Banda Aceh, dan dapat menggantinya dengan kegiatan lain yang sesuai dengan syariat Islam dan adat istiadat Aceh.
“Menyikapi akan adanya konser musik grup Wali Band dan lainnya dalam rangka HUT ke-77 TNI pada tanggal 5 Oktober 2022 di Lapangan Blang Padang menurut iklan yang kami lihat, kami atas nama IMAM atau Ikatan Muslimin Aceh Meudaulat sangat mengharapkan kepada pihak panitia penyelenggara atau EO untuk segera membatalkan program konser musik tersebut dan menggantikannya dengan acara yang lebih banyak manfaatnya,” kata Ketua IMAM Tgk Muslim At-Thahiri, dalam keterangannya, Jum’at (30/9/2022).
Menurutnya, permintaan agar konser tersebut dapat dibatalkan, karena berbagai macam pertimbangan di antaranya yang pertama, Aceh saat ini sedang berduka atas wafatnya ulama kharismatik Tgk H Muhammad Amin Bin H Mahmud atau Abu Tumin beberapa hari lalu di Kabupaten Bireuen.
“Allah telah mengambil kembali salah seorang ulama besar Aceh, guru kita semua dan guru para guru kita yaitu meninggalnya Abu Tumin, seharusnya oleh kita semua harus bersedih karena Allah telah mengambil satu lampu yang besar yang ada di Aceh yang menyinari Aceh dan Indonesia, jadi konser musik tidak sesuai dengan adat dan budaya Aceh di kala orang Aceh sedang musibah yaitu meninggalnya ulama. Yang sesuai dengan adat dan istiadat Aceh adalah apabila meninggalnya seorang ulama maka kita melakukan tahlilan dimana saja di seluruh Aceh selama 40 hari, itulah yang memang menjadi adat dan istiadat umat Islam di Aceh khususnya yang berakidah Ahlussunnah wal Jamaah, bukan malah sebaliknya yaitu melakukan konser musik yang penuh dengan dengan hura-hura, joget-joget berkumpul laki-laki dan perempuan atau ikhtilat yang semuanya tidak sesuai dengan budaya Aceh dan juga tidak sesuai dengan syariat Islam,” terang Tgk Muslim At-Thahiri.
Ditambahkannya, seharusnya oleh pihak TNI dalam rangka memperingati HUT ke-77 TNI di Aceh adalah dengan melakukan syukuran dengan cara-cara yang sesuai dengan syariat Islam dan juga sesuai dengan adat istiadat Aceh yang tidak bisa dipisahkan dengan syariat.
Masih banyak hal-hal positif yang bisa dilakukan untuk menyemarakkan HUT ke-77 TNI yang bernilai ibadah yaitu yang lebih banyak manfaat daripada mudharat, seperti memberi santunan anak yatim, memberi makan fakir miskin dan lain-lain apalagi dalam suasana bulan Maulid yaitu bulan Rabiul Awal seharusnya oleh pihak panitia melakukan Maulid Akbar dengan menghadirkan majelis-majelis zikir, majelis-majelis shalawat untuk memenuhi Lapangan Blang Padang dengan tema “TNI bersama rakyat berzikir dan bershalawat”.
Apalagi rakyat Aceh akibat konflik yang berkepanjangan kemudian setelah penandatanganan MoU Helsinki, maka oleh TNI perlu mengambil hati rakyat Aceh dengan hal-hal yang lebih bermanfaat kepada rakyat Aceh.
“Ketahuilah konser itu tidak ada manfaatnya untuk rakyat Aceh dan merupakan hal yang sia-sia, berapa biaya yang harus dikeluarkan apalagi mendatangkan artis dari luar Aceh ini butuh biaya besar, kenapa tidak biaya tersebut digunakan untuk membangun rumah-rumah dhuafa dan anak yatim atau dengan memberi bantuan kepada fakir miskin apalagi fakir miskin sudah sangat susah akibat semua barang mahal karena kenaikan harga BBM,” terangnya.
Kemudian, lanjut Tgk Muslim At-Thahiri, juga perlu dipikirkan karena Lapangan Blang Padang adalah tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, yang tak pantas di atas tanah milik masjid diadakan konser musik yang penuh dengan maksiat.
“Dan juga kami sangat mengharapkan kepada pihak penyelenggara konser atau panitia untuk menghargai Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh yaitu mengenai konser musik, maka oleh karena itu apapun yang dilakukan perlu ada persetujuan dan rekom dari MPU Aceh, karena pepatah mengatakan dimana bumi dipijak di sana langit dijunjung, jadi siapapun datang ke Aceh atau pejabat-pejabat di Aceh wajib menjunjung tinggi semua adat dan istiadat Aceh terutama adat yang sesuai dengan syariat”.
“Jika ada pihak-pihak yang tidak menghargai Fatwa MPU Aceh atau fatwa ulama, maka kami nyatakan itu musuh rakyat Aceh karena rakyat Aceh adalah rakyat yang fanatik dan selalu mengikuti dan mencintai ulama, maka menghargai ulama adalah bagian dari menghargai rakyat tetapi melawan ulama sama dengan telah melawan rakyat,” tegas Tgk Muslim.
Pada kesempatan tersebut Tgk Muslim juga menyampaikan bahwa dalam dialog publik yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan Aceh dan Pariwisata Aceh dua hari lalu dengan tema seni budaya dalam pandangan Islam, salah satunya telah menghasilkan rekomendasi agar MPU Aceh kembali meninjau ulang tentang fatwa mengenai seni budaya dan hiburan, maka sebelum fatwa itu diubah semua pihak harus menghargai fatwa tersebut.
“Karena fatwa atau taushiah tersebut bukanlah dihasilkan oleh pemikiran satu atau dua orang ulama, tetapi dihasilkan oleh ijtihad para ulama yang saleh dan zuhud di Aceh, maka wajib dihargai oleh siapapun.
Jangan coba-coba melangkahi dan menghina fatwa atau ijtihad dari para ulama yang saleh, jika ada yang berani melangkahi maka akan celaka di dunia dan di akhirat,” pungkasnya. (IA)