BANDA ACEH — Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli mengisi kuliah umum tentang bagaimana memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) Darussalam.
Kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa dari seluruh Program Studi yang ada di FISIP USK, dan berlangsung pada Jum’at (10/3/2023) di Aula Gedung FISIP USK, Darussalam, Banda Aceh.
Sebelum kegiatan kuliah umum ini berlangsung, FISIP USK dan pihak Polresta Banda Aceh terlebih dahulu melakukan penandatanganan kerja sama terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP USK Dr Effendi Hasan MA mengatakan, dirinya sangat senang atas jalinan kerja sama antara FISIP USK dengan Polresta Banda Aceh.
Apalagi, tambahnya, kerja sama ini merupakan sebuah keharusan bagi perguruan tinggi. Kemitraan merupakan salah satu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia.
Effendi berharap, kerjasama yang dijalin ini dapat terlaksana dengan baik, dan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak. Ia juga mengharapkan kolaborasi antara kedua belah pihak ini akan terus berjalan.
“Kuliah umum hari ini adalah salah satu bentuk pelaksanaan awal dari kerjasama ini. Kedepannya insyaallah akan banyak kegiatan lainnya yang kita kolaborasikan”, ungkap Effendi.
Sebelum pemaparan kuliah umumnya, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli mengungkapkan kebahagiaannya karena telah diundang ke kampus ini, dan diberi kesempatan memberikan edukasi kepada para mahasiswa dan sivitas akademika di FISIP USK.
Dalam kuliah umum ini, Kombes Pol Fahmi membahas banyak hal terkait hak dan kewajiban warga negara. Ia menegaskan, agar hak setiap orang bisa terpenuhi, maka setiap orang juga harus melaksanakan kewajibannya.
Kedua hak ini tidak bisa dipisahkan, dan merupakan dualitas. Ketika kita menuntuk hak, maka secara bersamaan kita harus melakukan kewajiban, keduanya berjalan beriringan.
Bertindak tertib adalah salah satu tindakan yang bisa memenuhi hak dan kewajiban kita. Kata kuncinya adalah melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan dari siapapun.
Sayangnya, selama ini belum semua dari warga negara tertib. Misalnya saja dalam lalu lintas, masi banyak kita lihat masyarakat yang melanggar lalu lintas.
Pelanggaran lalu lintas, kata Fahmi, sering kali dianggap sebagai pelanggaran kecil bagi masyarakat, tetapi sebenarnya saat mereka melakukan itu, mereka tidak melaksanakan kewajibannya, yang akhirnya melanggar hak orang lain dalam menggunakan jalan.
Oleh karena itu, Fahmi menegaskan sebagai warga negara kita harus membangun konsep kesadaran diri, disamping harus mengikuti sistem dan struktur yang diberlakukan oleh negara.
Kedua hal ini (struktur dan kesadaran diri) adalah hal yang sanagat mempengaruhi kita dalam melakukan sebuah tindakan.
“Ketika kita sudah menjalankan hak dan kewajiban, itu berarti kita telah menjadi warga negara yang bermanfaat. Lakukanlah semuanya dengan niat melakukan kebaikan. Apalagi jika kita niatkan semuanya sebagai ibadah, maka setiap yang kita lalukan tidak ada yang sia-sia”, terang Fahmi.
Di samping itu, Fahmi juga menjelaskan terkait tiga faktor hakikat kepatuhan kepada hukum. Yang pertama adalah compliance, yaitu kepatuhan karena adanya sanksi, kedua idetification yaitu kepatuhan yang dilakuakn demi menjaga hubungan antar sesama, dan terakhir adalah internalization, yaitu kepatuhan karen akita telah menanamkan hukum tersebuh sebagai hal yang baik ke dalam diri kita. Inilah hakikat yang paling baik.
Di akhir kuliah umumnya, Kombes Fahmi mengajak semua peserta untuk saling menjalani hak dan kewajiban secara beriringan, dan mengingatkan peserta bahwa pendekatan keagamaan sangat diperlukan ketika kita menjalani semua hal itu.
Kuliah umum ini disambut baik seluruh peserta. Rahayu, salah satu mahasiswa yang menjadi peserta mengatakan, kuliah umum ini sangat penting.
Sebagai warga negara terkadang kita tidak sadar bahwa sebagai warga negara kita tidak hanya memiliki hak, tapi juga kita punya kewajiban. Dan sering kali kita lupa menjalankan kewajiban kita.
“Misalnya, saat kita menerobos rambu-rambu lalu lintas dan mendapat kecelakaan karena hal itu. Bukannya merasa malu dan bersalah, sebagian orang malah menyalahkan orang lain yang membuat kendaraannya rusak dan dirinya terluka,” ujar Rahayu. (IA)