TAKENGON — Ketua Pansus Rancangan Qanun (Raqan) Tata Niaga Komoditas Aceh (TNKA) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Yahdi Hasan mengatakan salah satu tujuan dari penyusunan dan pembentukan Raqan TNKA untuk mengantisipasi berakhirnya dana otonomi khusus (Otsus) Aceh pada 2027 mendatang.
“Pada 2023 Otsus Aceh tinggal 1 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional, dan pada 2027 dana ini akan berakhir total. Dana bantuan pusat ini bisa saja tidak diperpanjang lagi. Untuk itu, Aceh harus sudah memikirkan bagaimana ke depanya agar perekonomian Aceh meningkat dan tidak berpengaruh jika dana Otsus berakhir,” kata Yahdi Hasan usai pembahasan draf Raqan TNKA bersama sejumlah instansi pemerintahan, baik provinsi dan beberapa kabupaten di wilayah tengah Aceh, yang berlangsung di Renggali Hotel, Aceh Tengah, Jumat malam (10/9).
Yahdi Hasan menjelaskan, salah satu upaya agar perekonomian Aceh tidak berpengaruh jika dana Otsus berakhir, adalah menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh (PAA).
“Maka dari itu, qanun ini nantinya akan mengatur segala komoditas unggulan Aceh harus diekspor dari pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh. Jika ini bisa dilakukan, maka akan banyak menyerap banyak tenaga kerja dan pendapatan Aceh akan meningkat, sehingga perekonomian Aceh akan mandiri dan kuat,” ungkap Anggota DPRA Fraksi Partai Aceh ini.
Hidupnya pelabuhan-pelabuhan di Aceh, Yahdi Hasan menjelaskan, akan mempersingkat jarak dan waktu, bagi para pengusaha Aceh yang mengekspor barangnya ke luar negeri, seperti halnya komoditas kopi, yang saat ini yang dilakukan melalui Belawan, Sumatera Utara.
“Dari segi rupiah, untuk biaya angkut juga akan lebih murah, di mana hal ini akan lebih menguntungkan para pengusaha kopi dan para petani kopi. Jika melalui belawan, meraka (eksportir Aceh) harus menggeluarkan biaya Rp 10 ribu per kilogramnya, sedangkan jika melalui Pelabuhan Lhokseumawe bisa setengahnya atau bahkan lebih murah lagi,” jelasnya.
“Selain itu jika pelabuhan di Aceh hidup, lebih dari 30 lebih pengusaha eksportir kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah yang membuat gudang dan menyewa kantor di Medan, bisa pulang ke Aceh. Belum lagi persoalan lain, Aceh punya kopi, tapi orang luar yang punya nama,” tegas Yahdi Hasan.
Anggota DPRA asal daerah pemilihan Aceh Tenggara-Gayo Lues ini yakin Pemerintah Aceh dan Pusat akan membangun infrastruktur untuk memfungsikan pelabuhan-pelabuhan di Aceh jika regulasi tersebut selesai disahkan dan diundangkan.
“Kami menargetkan qanun ini selesai tahun ini, paling telat akhir tahun. Kami akan terus memacu pembahasannya untuk menyelesaikan draf rancangan qanun ini,” kata Yahdi Hasan.
“Banyak sekali masukan-masukan yang kami dapat dari kegiatan di wilayah tengah ini yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan rancangan qanun,” tambahnya.
Selain instansi pemerintahan, kata Yahdi Hasan, pembahasan rancangan qanun TNKA di Aceh Tengah, juga menghadirkan kalangan LSM dan tokoh masyarakat.
“Tim ini juga melibatkan tenaga Ahli dari Akademisi Aceh yakni Dr Syukri Abdullah, Dr Abrar dan Nurzahri ST. Para Tenaga Ahlli ini nanti akan selalu ikut dalam pembahasan Qanun TNKA,” ujar Yahdi Hasan.
“Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para undangan dan masyarakat yang begitu antusias dalam hal memberikan sumbangsih pemikiran kepada kami. Kepada pemerintah kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, juga kami aturkan ucapan terima kasih banyak, atas ikut andil dalam memberikan masukan kepada tim pembahas,” tambahnya lagi.
Setelah ini, kata Yahdi Hasan, Tim Pansus TNKA nantinya juga akan meninjau sejumlah lokasi lainnya di Barat Selatan Aceh, seperti Nagan Raya yang memiliki unggulan sawit, Simeulue yang memiliki unggulan lobster, serta sejumlah daerah lainnya yang memiliki komoditas unggulan.
“Kami akan mencari masukan langsung dari masyarakat dan berbagai pihak untuk melahirkan qanun ini, yang nantinya berguna untuk pembangunan ekonomi Aceh ke depan,” tutupnya. (IA)