Ketua IDI Wilayah Aceh, Dr dr Safrizal Rahman, Sp.OT M.Kes
*Masyarakat Jangan Mengurus Pemakaman Secara Normal
Banda Aceh — Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah Aceh menegaskan, jenazah yang meninggal dunia karena positif terpapar Coronavirus Disease (Covid-19), virusnya sangat infeksius dan tidak serta merta mati bersama inangnya (mayat).
Karenanya, kepada masyarakat diminta agar tidak sampai mengambil paksa atau pihak keluarga mengurus sendiri pemakaman jenazah pasien Corona secara normal layaknya jenazah biasa, tapi harus melibatkan petugas medis dengan prosedur protokol kesehatan pemulasaran jenazah Covid-19.
“Ini perlu kami jelaskan, supaya masyarakat memahami. Mayat yang meninggal Covid-19 itu virusnya masih sangat infeksius dan tidak serta merta mati bersama inangnya, jangan sampai masyarakat atau keluarga mengurus sendiri jenazahnya dengan cara biasa,” ujar Ketua IDI Wilayah Aceh, Dr dr Safrizal Rahman, Sp.OT M.Kes, di Banda Aceh, Jum’at (17/7).
Penegasan itu disampaikan dr. Safrizal Rahman menyusul adanya
satu keluarga dari Gampong Kajhu, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar, mengambil paksa jenazah ayah mereka, pasien yang meninggal dunia di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dua hari lalu, untuk dimakamkan sendiri secara normal. Padahal, pasien berinisial MI (63) itu terkonfirmasi positif terinfeksi Covid-19.
Hal itu juga untuk menanggapi pertanyaan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk. Faisal Ali, jika pasien positif Corona meninggal apakah virus itu juga mati, sehingga pihak MPU bisa menyakinkan masyarakat soal itu.
Menurut dr. Safrizal, selain virus Corona sangat infeksius dan tidak serta merta mati bersama inangnya (mayat), bahkan bisa bertahan selama beberapa hari, setelah 4 jam meninggal dunia.
“Bahkan ketika sel tubuh mayat mulai rusak, virusnya malah semakin berbahaya karena kemudian keluar dari sel yang rusak,” terangnya.
Terkait pemulasaraan jenazah yang dilakukan dengan protokol Covid-19, sebut Safrizal, ini juga sudah disusun dengan mempertimbangkan masukan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
“Yang paling penting, pemulasaran jenazah Covid itu tetap dilakukan sesuai ajaran Islam, dengan tetap memperhatikan keamanan dari kemungkinan menularkan,” tegasnya.
Safrizal Rahman menyebutkan pihaknya bisa memahami jika MPU selama ini, menurut pengakuan Tgk. Faisal Ali mengalami kesulitan untuk meminta masyarakat mengikuti protokol kesehatan dalam pengurusan jenazah pasien Corona.
“Beliau (Tgk Faisal Ali) kan hanya perlu penjelasan saja secara medis, mungkin selama ini belum tahu. Insya Allah sekarang kalau sudah ada penjelasannya, bisa menerima dan sudah tahu bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa virus itu sangat berbahaya,”
“Beliau (Tgk Faisal Ali) kan hanya perlu penjelasan saja secara medis, mungkin selama ini belum tahu. Insya Allah sekarang kalau sudah ada penjelasannya, bisa menerima dan sudah tahu bagaimana meyakinkan masyarakat bahwa virus itu sangat berbahaya,” jelas dr. Safrizal yang juga Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Unsyiah ini.
Ia melanjutkan, sebenarnya setiap jenazah pasien COVID-19 yang telah dibungkus rapi dan dimasukkan dalam peti, hingga kemudian dimakamkan maka virusnya tidak lagi dapat menular. Tetapi, yang bahaya ketika jenazah masih memiliki cairan tubuh.
“Ketika dimandikan, ini yang sangat berbahaya. Kalau dilakukan dengan prosedur normal, kita khawatir mereka yang melakukan pemulasaran jenazah di rumah duka, kemudian tidak memakai APD yang baik, cairan tubuh bisa kemana-mana, ini yang beresiko,” ungkapnya.
Ditambahkannya, masyarakat di Aceh masih minim pengetahuan tentang COVID-19, namun tidak serta-merta disalahkan masyarakat saat ada penolakan dalam penanganan pemulasaran jenazah pasien yang meninggal.
“Sehingga dengan ini, pemerintah harus memberi edukasi secara menyeluruh agar masyarakat bisa memahaminya dan tidak ada lagi penolakan terhadap protokol COVID-19 seperti mengambil paksa jenazah,” pungkasnya. (IA)