BANDA ACEH — Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus dilihat secara komprehensif, tidak boleh parsial.
Jika ada kelemahan dalam penerapannya harus diperkuat, semua pihak perlu mengambil peran masing-masing secara proporsional dan konstruktif kolaboratif.
Penegasan itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (Ikafensy), Amal Hasan SE MSi, dalam pernyataannya, Selasa (30/5).
Menurut mantan Direksi Bank Aceh Syariah ini, penerapan Qanun LKS saat ini relatif masih dalam fase tahap awal, tidak mungkin langsung sempurna.
Sektor industri jasa dan lembaga keuangan/perbankan serta masyarakat selaku nasabah (end user) juga harus melihat isi qanun tersebut secara komprehensif, tidak subjektif atau parsial menurut persepsi dan kepentingan masing-masing.
Menurut Amal Hasan, hal ini berbahaya dan berpotensi menjadi konflik yang berkepanjangan bila semua pihak tidak menahan diri dan melihat kembali substansi yang sesungguhnya dari sebuah produk hukum yang sudah diputuskan kebijakannya oleh pemerintah daerah sesuai kewenangan dan konstitusi yang ada.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kata Amal, apabila akhirnya para pihak hanya berkutat pada isu-isu atau sentimen tentang bank syariah versus bank konvensional yang bisa membuat terjebak pada pemikiran pragmatis bahwa seolah-olah ada kesalahan mendasar pada Qanun LKS sehingga harus segera direvisi dengan salah satu opsi kemungkinan membuka ruang kembalinya bank konvensional di Aceh.
“Qanun ini kan ditetapkan pada Desember 2018 dan baru berlaku pada Oktober 2021, jadi wajar jika dalam perjalanan dan penerapannya belum sempurna. Kita harus melihatnya secara utuh dalam berbagai sudut pandang baik filosofi, sosiologis dan yuridis maupun implementasinya secara objektif,” terangnya.
Menurut Amal Hasan, setidaknya ada empat unsur yang harus dipahami semua pihak dalam perspektif yang sama agar perdebatan dan kegaduhan akibat terjadinya gangguan layanan pada salah satu bank beberapa waktu lalu tidak membuat terjebak pada keputusan untuk segera merevisi Qanun LKS sebagai solusi.
Keempat unsur tersebut yaitu regulasi/qanun, ulama dan umara, masyarakat/nasabah dan industri jasa keuangan. Semua unsur ini harus ditempatkan dalam peran dan fungsinya masing-masing secara proporsional dan tidak overlaping.
“Semuanya harus berada dalam spektrum yang sama. Kalau kita sudah memutuskan untuk menjalankan kebijakan bersyariah dalam seluruh aspek kehidupan sesuai amanat yang diberikan oleh Undang-undang negara, maka yang diperlukan adalah seberapa konsisten kebijakan tersebut akan dijalankan agar kepastian hukum dalam berbagai perspektif lainnya bisa terjamin. Ini akan memiliki dampak atas segala kebijakan daerah secara menyeluruh. Ini bukan hanya soal lembaga keuangan dan perbankan saja, tapi ini menyangkut juga seluruh stakeholder yang harus memahami tentang Qanun LKS secara utuh, komprehensif dan benar,” tegas Amal Hasan.
Amal Hasan, salah satu tokoh Aceh Jaya yang juga dipercaya sebagai Ketua Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Wilayah Aceh ini menambahkan, prinsip perbankan syariah sebagai lembaga intermedasi harus benar-benar dipahami dengan beragam produknya, baik dalam menghimpun maupun menyalurkan dana serta memberi imbalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
“Untuk menjelaskan ini butuh peran serta semua pihak sesuai kapasitas masing-masing, ulama dengan ceramah dan khutbah memberikan pemahaman kepada masyarakat, begitu juga dengan akademisi dan stakeholder lainnya, sehingga Qanun LKS ini bisa dipahami dengan benar,” tambahnya.
Amal Hasan menambahkan, prinsip-prinsip Islam dalam transaksi keuangan syariah harus diperjelas, karena keberadaan Qanun LKS sangat berkaitan dengan semangat penerapan syariat Islam di Aceh, sehingga penerapan qanun tersebut tidak hanya prosedural, tapi harus subtansial.
“Hakikat muamalah yang diamanahkan Qanun LKS dalam sistem perbankan syariah di Aceh ini harus dipahami secara menyeluruh, karena Aceh merupakan role model implementasi ekonomi Islam secara nasional,” tambah Amal Hasan yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Tim Konversi Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah, serta Ketua Tim Counterpart Sosialisasi Konversi Bank Aceh.
Selain itu, pria yang juga pernah dipercayakan sebagai Wakil Ketua Bidang Komunikasi Hubungan Antar Lembaga Islamic Banking Marketing Communication (IBMarcom), serta Dewan Penasehat Islamic Global Market Association (IIGMA) ini menambahkan, pembentukan Qanun LKS sudah melalui berbagai tahapan, hingga penjaringan aspirasi masyarakat.
Berbagai pihak sudah dilibatkan, jika sekarang ada pro dan kontra dalam penerapannya merupakan hal biasa.
“Pro kontra harus dilihat dari sisi positifnya. Artinya, jadikan ini sebagai momentum untuk menguatkan Qanun LKS. Jadi semua harus dilihat secara komprehensif tidak parsial, karena ini juga terkait dengan marwah Aceh,” pungkas Amal Hasan. (IA)